Senin, 31 Desember 2012

Bhagavatam Part 27 : Kedatangan Sukadeva Gosvami



Beberapa pertapa yang mendengar raja menuturkan kisah kutukan itu menjadi sangat marah kepada putra Shamiika sehingga mereka berkata bahwa dia pasti gadungan, tidak pantas menjadi putra resi, karena tidak ada anak yang lahir dari seorang resi dengan bobot seperti Shamiika akan mengucapkan kutuk membinasakan seperti itu untuk kesalahan yang demikian ringan. Mereka pastilah seseorang yang tolol atau sinting. Bagaimana mungkin kutuk yang timbul dari lidah orang semacam itu dapat terlaksana, tanya mereka. Tidak mungkin raja celaka akibat kutukannya, demikian mereka tegaskan. Mereka berusaha meyakinkan raja bahwa beliau tidak perlu merasa takut karena hal itu.

Sabtu, 29 Desember 2012

Bhagavatam Part 26 : Kutukan ataukah Rahmat ?



Utusan dari pertapaan itu berkata, "Oh Maharaja, guru kami mempunyai seorang putra; walaupun ia masih remaja, prestasi spiritual yang dicapainya besar sekali. Ia menghormati ayahnya sebagai dewata dan tujuan utama hidupnya adalah melayani ayahnya serta menjaga kemasyhuran beliau. Nama anak itu Shringii. Baginda datang ke pertapaan itu; tergerak oleh suatu dorongan yang tidak dapat dijelaskan, Baginda kalungkan bangkai ular pada leher ayah Shringii yang juga guru saya. Beberapa anak melihat kejadian itu; mereka berlari menemui Shringii yang sedang bermain dengan kawan-kawannya dan memberitahunya. Mula-mula ia tidak percaya dan melanjutkan permainannya. Tetapi anak-anak dari pertapaan mengulang berita itu berkali-kali secara mendesak. Mereka mengejeknya karena terus bermain dengan gembira sementara ayahnya dihina demikian kasar. Bahkan teman sepermainannya menertawakan ketidakpeduliannya. Karena itu, ia berlari secepat mungkin menuju ke pondoknya dan mendapati bahwa laporan anak-anak itu ternyata benar."

Bhagavatam Part 25 : Belas Kasihan Sang Pertapa



Perkataan ayahnya yang tajam menimbulkan kepedihan tak terhingga di hati Shringii, putranya yang lembut hati. Perkataan itu terasa bagaikan tusukan sembilu atau pukulan gada; bocah malang itu tidak sanggup lagi menahannya. Ia merebahkan diri di lantai, merengkuh kaki ayahnya sambil meratap, "Ayah, ampunilah saya. Saya dilanda rasa marah karena raja bertingkah laku demikian keterlaluan, begitu kasar dan sombong, begitu tidak sopan dan tidak berperikemanusiaan. Saya tidak dapat menahan rasa dendam atas penghinaan yang dilontarkannya kepada Ayah. Tidak pantas bukan, seorang raja bertingkah laku seperti itu, dengan cara yang demikian tidak layak, setelah ia memasuki suatu pertapaan?"

Melihat keadaannya yang menyedihkan, Shamiika sang pertapa, membimbing bocah itu ke sampingnya lalu berkata, "Nak, paksaan keadaan saat itu tidak dapat dielakkan. Orang sering mengesampingkan petunjuk akal budinya karena desakan keadaan semacam itu. Renggutan takdir akan menghancurkan kendali akal sehat. Paksaan keadaan saat itu menghadapi manusia dengan segenap kekuatannya dan tak dapat tidak, ia menyerah. Raja ini adalah abdi Tuhan yang taat dan amat saleh. Ia telah meraih kecemerlangan spiritual. Ia selalu teguh dalam tingkah laku yang bersusila. Ia adalah penguasa seluruh kawasan; kemasyhurannya telah tersebar di tiga loka. Ia selalu dilayani dengan tulus hati oleh ribuan abdi yang setia. Bila ia meninggalkan istana untuk bepergian, banyak pengawal mengiringi dan menatapnya dengan tangan terkatup menyembah, menanti perintah yang paling remeh sekalipun, agar mereka dapat menyenangkan hatinya dengan melaksanakan perintah itu sebaik-baiknya. Begitu ia memasuki suatu kerajaan, penguasa wilayah itu memberikan sambutan yang megah, mempersembahkan segala yang terbaik, dan menyampaikan hormat bakti dengan penuh khidmat. Seseorang yang terbiasa dengan acara harian semegah itu tentunya sangat terkejut ketika ia tidak mendapat sambutan sama sekali di tempat ini; ia bahkan tidak dikenal dan tidak dihormati. Pengabaian ini demikian serius hingga segelas air untuk melenyapkan dahaga pun tidak diperolehnya. Ia tersiksa rasa lapar dan terhina karena tidak mendapat tanggapan walaupun ia telah memanggil berulang-ulang. Karena tidak mampu menanggung penderitaan dan pengalaman yang mengejutkan ini, ia terdorong melakukan perbuatan yang tidak patut itu. Tentu saja itu merupakan kesalahan, tetapi jika engkau bereaksi demikian keras untuk kekhilafan kecil semacam itu, engkau membawa nama buruk yang tidak dapat diperbaiki lagi bagi seluruh komunitas rahib dan pertapa. Aduh! Alangkah mengerikan bencana yang kau datangkan ini!"

Bhagavatam Part 24 : Kutukan Sringii kepada Parikshit



Dari Maharesi Vyaasa Parikshit mendengar uraian tentang bakti Paandava yang mendalam dan iman mereka yang teguh. Ia terharu bila mendengar betapa mereka dilimpahi rahmat Sri Krishna yang tidak terbatas. Raja demikian tenggelam dalam kegembiraan sehingga tidak menyadari siang atau pun malam! Tiba-tiba ia dibangunkan oleh kicauan burung yang indah dan suara gagak yang keras. Ia mendengar nyanyian yang biasa dikidungkan rakyatnya pada dini hari untuk menyambut para Dewa; genta tempat ibadah berdenting di sekitar istana.
Maharesi Vyaasa pun menyadari bahwa hari yang baru telah dimulai. Ia berkata, "Nak, Maharaja, sekarang saya harus pergi," dan sambil memungut kendi tempat air yang biasa dijinjingnya dalam perjalanan, beliau bangkit lalu memberkati sang raja yang bersujud di kakinya dengan amat sedih. "Aduh, fajar menyingsing begitu cepat. Saya belum memahami sepenuhnya kebesaran dan kemuliaan para kakek saya. Saya belum dapat menduga betapa mendalam bakti mereka (kepada Tuhan) dan betapa besar pengabdian mereka pada tugas serta kewajiban," ratapnya.

Direnungkannya lagi kejadian-kejadian yang telah didengarnya dan dinikmatinya keunikannya. Hatinya begitu penuh kebahagiaan yang mendalam sehingga ia tidak dapat mengalihkan pikirannya pada urusan kerajaan. Sesungguhnya ia bahkan dapat menyendiri. Diputuskannya akan pergi berburu ke hutan sebagai pilihan. Diperintahkannya agar dilakukan persiapan-persiapan untuk ekspedisi di hutan.

Jumat, 28 Desember 2012

Bhagavatam Part 23 : Pelayanan Sri Krishna kepada bhakta-Nya



Ketika raja memohon seperti ini, Maharesi Vyaasa berkata, "Oh Maharaja, sesuai dengan persetujuan, Paandava melewatkan masa pembuangan selama dua belas tahun di hutan dan juga melewatkan hidup dalam penyamaran selama setahun penuh. Ketika akhirnya mereka mengungkapkan identitas diri mereka (pada waktu kaurava yang jahat merampok ternak dari wilayah kerajaan Viraata), Duryodhana, anak sulung dalam keluarga kejam itu, si monster penipu, bersumpah bahwa waktu (untuk melewatkan masa penyamaran) belum genap setahun dan Paandava telah melanggar perjanjian mereka, karena itu, katanya, sesuai dengan perjanjian sebelumnya, Paandava terkena hukuman pembuangan setahun lagi. Ia bersikeras dengan kesimpulan itu."

"Para sesepuh, Bhiisma dan lain-lainnya, menegaskan bahwa Paandava telah memenuhi syarat-syarat perjanjian dengan seksama; Paandava tidak mengungkapkan tempat tinggal mereka selama setahun penuh; mereka telah hidup dalam pembuangan genap dua belas tahun lamanya. Tetapi Kaurava tidak menerima kebenaran yang nyata ini. Mereka merintis jalan menuju keruntuhan dan kehancurannya sendiri. Mereka tidak mau mendengar siapa pun, mereka tidak mau menerima nasehat. Mereka bersumpah bahwa hanya peperanganlah yang dapat menyelesaikan masalah itu."

Kamis, 27 Desember 2012

Bhagavatam Part 22 : Arjuna melawan Dewa Shiva



Wyasa melanjutkan, "Oh raja, para kakek Ananda bersedia menyerahkan segala-galanya kepada Tuhan bila diperlukan; mereka juga siap bertempur dengan Tuhan jika diperlukan karena bila mereka bertempur seperti itu, sebenarnya mereka hanya mengikuti dharma bagi satria. Pastilah Ananda telah mendengar cerita tentang kakek Nanda berkelahi melawan Dewa Siwa dan memperoleh anugerah senjata surgawi pasupata-astra dari Beliau?" Mendengar ini sang raja tiba-tiba menegakkan kepalanya dan berkata, "Maharesi, apa yang Guru katakan? Apakah kakek nanda berperang melawan Dewa Siwa? Sejauh ini belum pernah nanda mendengarnya. Ceritakanlah tentang hal itu; puaskanlah keinginan ananda untuk mengetahui kejadian tersebut." Parikshit bersujud di kaki Wyasa mendesak agar beliau memaparkan kisah itu.

Bhagavatam Part 21 : Durwasa dipermalukan.



Wyasa segera menjelaskan mengapa Durwasa tertawa aneh. "Bagaimana pun juga Durwasa mengabulkan permohonan Duryodhana. Ia berangkat ke hutan sambil berkata. 'Baiklah. Saya akan berbuat demikian. Permohonan Duryodhana ini mengandung maksud yang jahat. Penjelasannya sebagai berikut. Pada suatu pagi saat fajar menyingsing dan Pandawa sedang memuja matahari, Dewa Surya merasa iba pada keadaan mereka. Dari kemurahan-Nya yang tidak terhingga, Beliau menganugerahi mereka sebuah periuk yang isinya tidak akan berkurang betapa pun banyaknya makanan yang dikeluarkan dari dalamnya. Periuk itu disebut a-kshaya patra. Draupadi sebagai istri yang tahu kewajiban, biasanya hanya makan setelah kelima bersaudara itu selesai makan. Sebelum Draupadi selesai makan, periuk itu akan penuh berisi makanan, betapa pun banyaknya orang yang ikut menyantap hidangan tersebut. Bila ia telah selesai dan periuk itu dicuci, wadah itu tidak lagi mengeluarkan makanan. Dengan demikian, sekali sehari, periuk itu mengeluarkan makanan secara berlimpah hingga Draupadi selesai makan. Sebelum itu, ia dapat memberi makan ribuan, bahkan jutaan orang dari periuk itu, tetapi sekali ia sudah mengambil makanannya dari situ, periuk itu kehilangan kekuatannya untuk hari itu. Dengan kata lain, harus ada sebagian atau sebutir makanan di dalamnya agar dapat dilipatgandakan sejuta kali dan digunakan. Itulah kehebatannya yang khas. Duryodhana mohon agar Durwasa datang menemui Pandawa dan minta agar dijamu setelah Draupadi selesai makan karena di dalam hati ia tahu masalah khusus yang menyulitkan ini."

Bhagavatam Part 20 : Rahmat Sri Krishna kepada Drupadi.



Maharesi Wyasa melanjutkan penuturannya "Dengarlah oh Maharaja. Draupadi sangat takjub ketika mengalami rahmat Sri Krishna yang memberinya anugerah pakaian untuk melindungi kehormatannya. Ia mengucurkan air mata syukur dan berseru dalam kebahagiaan batin yang tidak terhingga, 'Krishna! Krishna!' dengan luapan perasaan dan semangat sedemikian rupa sehingga orang-orang yang hadir di pendopo keraton itu ketakutan. Cahaya cemerlang yang memancar dari wajahnya membuat mereka menduga bahwa ia adalah dewi (shakti) yang memberi kekuatan alam semesta."

"Sementara itu Krishna menampakkan diri Beliau dalam wujud yang kasat mata di hadapan nenek Nanda, Draupadi, dan berkata, 'Adinda, mengapa bersedih hati? Saya telah lahir ke dunia dengan tujuan menghancurkan orang-orang jahat yang dibutakan oleh kesombongan ini. Saya akan mengusahakan agar kemuliaan dan kemasyhuran Pandawa dijunjung tinggi sehingga generasi mendatang yang menghuni bumi ini dapat mengaguminya. Tenangkan diri Anda."

"Mendengar ini Draupadi bersujud di kaki Sri Krishna dan membasuh kaki Beliau dengan air matanya yang menjadi hitam tercampur celak yang dikenakannya. Untaian rambutnya yang lebat panjang yang terlepas karena jambakan tangan-tangan keji, jatuh tergerai menutup kaki Sri Krishna. Ia berguling-guling di lantai mengelilingi kaki Beliau.

Rabu, 26 Desember 2012

Bhagavatam Part 19. Pandawa teladan zaman Kali



Dear Brothers and Sisters, Menanggapi usulan beberapa teman yang ingin agar Krishna Katta tentang Bhagavatam ini dilanjutkan, maka dengan kerendahan hati saya akhirnya bekerja untuk memenuhi permintaan mulia itu, maka kelanjutan Bhagavatam yang sempat mandek beberapa hari lalu akan saya sambung kembali dari bagian ke 19. semoga besar manfaatnya bagi spiritualitas anda.  Selamat merenungi hakikat spiritual di dalamnya.



Pada waktu Wyasa menceritakan kisah Takshaka, Parikshit mendengarkan dengan penuh perhatian. Ketika beliau menyudahinya, Parikshit bertanya dengan heran, “Apakah alasan yang menyebabkan Kaurawa menganiaya dan menghina nenek ananda, Draupadi? Bagaimana para kakek ananda menanggung penghinaan yang ditimpakan Kaurawa kepada permaisuri mereka? Bagaimana kejadiannya sehingga mereka hanya diam menyaksikan tanpa mampu membalas atau menghukum Kaurawa ketika permaisuri mereka dihina di depan umum dalam sidang keraton? Nanda benar-benar tidak mengerti bagaimana peristiwa ini terjadi. Ceritakanlah kejadian yang sesungguhnya kepada nanda agar menjadi jelas. Ananda yakin maharesi dapat melenyapkan keraguan nanda.”


Selasa, 25 Desember 2012

Keagungan Gita Jayanti dalam Gita Mahatmya



Dari sekian banyaknya cabang ilmu dalam kitab suci Veda, Bhagavad Gita merupakan kitab suci yang paling popular serta acuan yang paling banyak dipakai dipakai oleh semua mazab dalam keyakinan hindu, entah itu yang menganut paham Shivaisme, Ganapati, Sakta, Brahma, apalagi golongan Vaishnava. Bahkan golongan dari non hindu-pun lebih sering mempergunakan kitab ini untuk mempelajari peradaban Veda.

Veda begitu diapresiasi oleh kaum cendikiawan dunia sebagaimana kita lihat dalam komentar beberapa tokoh dunia dalam ulasannya tentang Gita yang dimuat sebagai lampiran dalam Kitab suci Bhagavad Gita menurut aslinya (Bhagavad Gita as it is) karya Srila Prabhupada.

Sabtu, 22 Desember 2012

Renungan untuk semua wanita di hari ibu




Pada hari ini masyarakat Indonesia sedang bersemangat untuk merayakan hari keutamaan bagi seorang Ibu. sebuah peran yang begitu mulia sehingga menjadikan sorga berada di telapak kakinya. namun seberapa besarkah prosentase ibu-ibu yang sangat pantas menerima penghargaan dan penghormatan sebagai ibu ideal sekarang ini, mengingat begitu banyaknya kaum perempuan terutama ibu-ibu yang telah lalai akan kewajiban alaminya sebagai ratu rumah tangga dan sebaliknya malah lebih gemar mengejar karir, dan pergumulan materi sebagai manusia modern.

Senin, 17 Desember 2012

Keajaiban air?



Ketika media massa lagi dihangatkan oleh pemberitaan tentang penemuan De Emoto mengenai keajaiban air, umat Hindu merasa hal itu bukan menjadi sesuatu yang baru lagi mengingat dalam kegiatan keagamaannya sehari-hari, umat hindu tidak bisa dilepaskan dari penggunaan unsure yang satu ini yakni air yang akan dipergunakan sebagai “Tirta” atau symbol berkah yang diberikan oleh Tuhan setelah mereka selesai melakukan persembahyangan.

Air tentu saja sangat besar manfaatnya dalam kehidupan manusia. Alam semesta ini saja ¾ nya ditopang oleh keberadaan air sebagaimana juga tubuh yang merupakan cerminan mikro dari jagad raya yang adalah makrokosmosnya. Air dalam pandangan umat hindu sama pentingnya dengan kehidupan itu sendiri, ia adalah unsure alam yang mewakili kehadiran Tuhan dalam aspeknya sebagai “Pelindung dan pemelihara kehidupan” yang mana dalam ajaran Hinduisme dikenal dengan nama dan wujud dari Sri Vishnu. 

Sabtu, 15 Desember 2012

Menjadi Vegetarian? apa salahnya makan daging



Buah-buahan dan Sayur mayur sangat bermanfaat untuk tubuh kita Para pakar kesehatan dan nutrisi mengatakan bahwa manusia memiliki beberapa organ-organ tubuh yang khusus dengan fungsi dan proses kerja menurut hukum alam tertentu. Jika kita melangkah sesuai hukum alam, maka alam akan memelihara tubuh kita menjadi sehat dan bekerja dalam tingkat yang normal. Menyimpang dari hukum alam ini bisa memberikan pengaruh yang merusak pada tubuh manusia. Kita diciptakan untuk menjadi vegetarian. Ada perbedaan antara herbivora (binatang pemakan tanaman) dan karnivora (binatang pemakan daging), misalnya:

Jumat, 14 Desember 2012

Sakit maag



Ciri-ciri penyakit maag yang dialami oleh para penderita penyakit maag, pada umumnya dirasa sangat mengganggu dan menyiksa. Meskipun begitu, dalam beberapa kasus, seseorang dapat saja menderita penyakit maag hingga tingkat yang mengkhawatirkan tanpa mengalami gejala khusus atau menampakkan ciri-ciri penyakit maag yang biasanya relatif mudah dikenali. Beberapa dari ciri-ciri penyakit maag acap kali hadir pada waktu yang bersamaan sekaligus, akan membuat penderitanya merasa sangat menderita dan terganggu. Untunglah, mayoritas kasus penyakit maag adalah kasus yang cukup ringan dan dapat segera diobati sampai tuntas.

Kamis, 13 Desember 2012

Sath Sang ( Pergaulan dengan orang-orang benar)




Tanggal cantik, tahun keramat, sekaligus tanggal yang pernah menjadi fenomena menakutkan bagi beberapa orang karena dikaitkan dengan ramalan kiamat mini 2012 akhirnya terlampaui juga tanpa meninggalkan peristiwa super heboh sebagaimana prediksi yang pernah muncul untuk tanggal 12 bulan 12 tahun 2012 itu. Tapi jangan takabur apalagi sudah terlena dalam kesibukan menyambut tahun baru yang akan datang karena lembaran bulan ke dua belas ini masih menyisakan rentang waktu18 hari yang masih menjadi misteri dan teka-teki bagi sebagian orang yang menyikapinya dengan serius. Tapi apapun itu, postingan tulisan saya hari ini bukanlah untuk membahas hal dimaksud. Biarlah kiamat terjadi ataupun tidak yang penting kita tetap punya persiapan untuk menyambut kematian yang sudah pasti bagi mereka yang pernah menyatakan hidup. Salah satu persiapan tambahan yang akan saya bagi hari ini selain cerita ketuhanan sebagaimana yang sudah saya postingkan beberapa hari yang lalu adalah mengenai pentingnya menjalin pergaulan dengan orang-orang baik untuk menyadari kesunyataan diri sendiri.

Selasa, 11 Desember 2012

BHAGAVATAM Parti 18: KRISHNA KATTA : DEWA AGNI MENGEJAR ULAR TAKSHAKA



Melihat ini Parikshit mohon dengan mengiba-iba sambil menghapus air mata bahagia yang mengenangi matanya, “Maharesi, cerita Maharesi yang melukiskan permainan mukjizat serta rahmat Sri Krishna membuat ananda dapat membayangkan Beliau dengan jelas. Mohon ceritakan lebih banyak lagi tentang berbagai peristiwa
ketika Bhagawan melimpahkan belas kasih Beliau kepada para kakek nanda, bagaimana Beliau bergaul akrab dengan mereka dan menyelamatkan mereka dari bencana. Rasa kantuk lenyap meninggalkan mata ananda dan membuat nanda ingin mendengarkan cerita-cerita tentang Tuhan. Buatlah malam ini suci dengan menceritakan kemuliaan Tuhan kepada ananda. Hanya itulah yang dapat memuaskan hati ananda. Biarlah ananda melewatkan malam ini dengan memikirkan dan merenungkan Beliau… sikap diam Maharesi membuat ananda amat sedih.”    

BHAGAVATAM Part 17; KRISHNA KATTA : KENANGAN INDAH PARIKSHIT BERSAMA KRISHNA

Maharaja Parikshit mengadakan kunjungan kenegaraan ke seluruh jasirah India, berusaha mempelajari keunggulan administratif dalam pemerintahan para kakeknya dan hubungan unik yang telah mereka jalin dengan Bhagawan Sri Krishna yang pada waktu itu turun ke dunia sebagai manusia. Maharaja mendengarkan pengalaman banyak orang suci serta cendikiawan yang hidup pada masa tenang dan bahagia itu, kemudian ia melanjutkan perjalanan sambil merenungkan kenangan menggembirakan tersebut. Sering ia dilanda penyesalan bila memikirkan bahwa ia tidak hidup pada masa itu, ketika para kakeknya menikmati kebahagiaan surgawi.    


Ketika Parikshit sedang tenggelam dalam kegembiraan mengenang sejarah para kakeknya dan kemuliaan masa yang silam bersama Krishna, tiba-tiba secara tidak terduga munculah Resi Agung Weda Wyasa di hadapannya. Ia menyambut beliau dengan sangat takzim dan mempersilahkan Beliau duduk di kursi kehormatan. Maharesi memuji pemerintahan Parikshit dan berkata bahwa ia teringat pada masa pemerintahan Pandawa. Maharaja yang masih muda itu mendengarkan pembicaraan Beliau dengan penuh hormat. Setelah beberapa waktu Wyasa berkata, “Nak, sekarang saya harus pergi.” Parikshit berkata, “Ini seperti meletakkan sepiring hidangan lezat di hadapan orang yang kelaparan dan tepat pada waktu ia mengulurkan tangannya, makanan itu ditarik serta dijauhkan dari jangkauannya. Kisah Maharesi mengenai kepahlawanan para kakek ananda dan tentang kemuliaan Sri Krishna ibarat permata berharga yang ditebarkan di hadapan ananda, tetapi Maharesi menyebabkan ananda sangat kecewa karena tidak memberi ananda kesempatan untuk memilikinya. Kepergian Maharesi meninggalkan ananda sekarang ini membuat ananda sangat sedih.”  

Senin, 10 Desember 2012

BHAGAVATAM Part 16: KRISHNA KATTA ; TELADAN BAGI DUNIA.



Bila Parikshit mengunjungi wilayah mana saja, para penguasa dan raja wilayah itu siap menyambutnya dengan penuh semangat, dengan penghormatan sipil dan militer yang sesuai. Mereka menyatakan selalu siap mengabdi dengan setia, apapun juga jenis pelayanan yang dikehendakinya dari mereka. Parikshit menjawab bahwa ia tidak memerlukan pelayanan mereka bahwa ia hanya ingin agar mereka mengembangkan kebahagiaan dan kesejahteraan rakyat yang dipercayakan kepada mereka. Ia menasehati mereka agar memberi perhatian khusus pada perlindungan bagi kaum brahmin serta wanita dan agar merka dilindungi dari marabahaya. Ia menghimbau agar mereka membantu mengembangkan ibadat kepada Tuhan di seluruh wilayah kekuasaan mereka. Hanya itulah permintaan yang diajukannya kepada para raja taklukannya.
Di beberapa wilayah yang penting dalam kemaharajaannya, penduduk mempersembahkan pertunjukan lagu-lagu rakyat yang mengisahkan kemasyhuran dan keperkasaan nenek moyangnya; mereka menyanyikan keberanian dan keunggulan Pandawa bersaudara. Kidung ini menyanjung-nyanjung belas kasih dan rahmat yang dilimpahkan Sri Krishna kepada Pandawa bersaudara dan hormat bakti serta kepercayaan Pandawa kepada Sri Krishna sepanjang waktu. Mereka juga memainkan drama rakyat, memerankan Pandawa serta Kaurawa dengan Krishna di antaranya, mengungkapkan kisah yang telah Beliau rencanakan dengan mereka sebagai alatnya.

Sabtu, 08 Desember 2012

BHAGAVATAM Part 15; MASA PEMERINTAHAN PARIKSHIT



Dari takhta kemaharajaan Bharat, Parikshit memerintah wilayah kekuasaannya dengan mengikuti prinsip-prinsip keadilan dan moralitas. Ia membantu mengembangkan kesejahteraan rakyatnya dengan penuh kasih dan mengayomi serta menjaga mereka dari bahaya dengan perhatian dan kasih sayang kebapakan. Apapun tugas yang akan dilaksanakannya, Parikshit tidak akan maju       selangkahpun tanpa mengingat Sri Krishna serta kakek-kakeknya dan berdoa agar mereka memberkatinya dengan keberhasilan. Ia berdoa kepada mereka setiap pagi dan sore, mohon agar dibimbing mengikuti jalan kebajikan yang benar. Ia merasa seakan-akan ia adalah jantung rakyatnya dan mereka adalah tubuhnya.  

Di seluruh kemaharajaan, angin pun enggan mengubah letak barang apa saja karena takut terlibat dalam pencurian. Sedikitpun tidak ada rasa khawatir akan maling. Dalam kerajaannya juga tidak terdapat ketidakadilan, pelanggaran susila, atau orang yang mempunyai niat jahat. Kerajaannya menjadi amat tersohor karena hal itu. Jika ada tanda-tanda kejahatan semacam itu, walaupun ringan sekali, Parikshit mengatasinya dengan hukuman yang sangat berat dan langkah-langkah pencegahan yang tegas untuk memberantasnya. Karena darma dipelihara dengan penuh kasih dan hormat, alam pun bersikap ramah; hujan datang pada waktunya, tanaman di ladang tumbuh subur dan hasilnya melimpah; lumbung-lumbung terisi penuh; rakyatpun senang, bahagia dan tidak merasa takut.      

Jumat, 07 Desember 2012

BHAGAVATAM Part 14; BERPULANGNYA PANDAWA KE KERAJAAN TUHAN



Sesungguhnya mereka sendiri terlalu sedih sehingga tidak terpikir oleh mereka untuk menghibur Parikshit. Kata mereka, “Kata-kata tajam yang diucapkan anak ini melukai kami bagaikan anak panah; kesedihannya membuat kami terpaku. Apa yang dapat kami katakan kepadanya? Bagaimana kami dapat menghiburnya? Apa yang dapat membesarkan hatinya saat ini?” Mereka pun dilanda kesedihan.

Akhirnya Kripacharya, guru keluarga kerajaan, dapat menekan kesedihannya. Disekanya matanya yang basah, dengan ujung pakaiannya, lalu berkata kepada Arjuna, “Tuanku menghendaki kami mengatakan apa kepada anak ini? Kami tidak mampu mengatakan apa-apa. Hari ini Tuanku meninggalkan kerajaan yang Tuan peroleh. Setelah mencapai kemenangan yang dibayar dengan sungai darah, jutaan orang mengorbankan hidup, dan tuanku pun memperjuangkannya selama bertahun-tahun. Tuan belum memerintahnya selama seribu tahun, tidak, bahkan beberapa abad pun belum, atau bahkan belum genap tujuh puluh tahun. Siapa yang dapat mengatakan apa yang akan terjadi kelak? Tentu saja perbuatan tokoh-tokoh agung mempunyai tujuan yang mendalam. Maafkan kami; Tuanku adalah junjungan kami; Tuanku tahu yang terbaik.” Kripacharya berdiri dengan kepala tertunduk karena hatinya dibebani kesedihan.

BHAGAVATAM Part 13 : DINOBATKANNYA PARIKSHIT MENJADI RAJA



Dharmaraja menghibur setiap orang dan menanamkan keberanian. Ia memberitahu mereka agar tidak terbawa kesedihan. Ia tidak menitikan air mata; ia sibuk berjalan kian kemari dengan tabah, memberi petunjuk-petunjuk kepada setiap orang dan membangkitkan kekuatan batin. Hal ini membuat setiap orang mengagumi pengendalian dirinya. Para menteri menemuinya dan berkata, “Maharaja, ketenangan Paduka membuat kami kagum. Baginda amat menghormati ibu Paduka dan memperlakukan Beliau bagaikan napas hidup Paduka sendiri. Bagaimana Paduka dapat menerima kepergian Beliau tanpa merasa sedih?” Dharmaraja tersenyum melihat kecemasan mereka. “Menteri, saya sangat iri bila memikirkan Ibunda yang telah wafat. Bunda benar-benar amat beruntung. Begitu mendengar bahwa Sri Krishna pergi ke Surga, segera Bunda meninggalkan dunia ini. Ibunda langsung menyusul Krishna ke surga karena tidak dapat menanggung pedihnya perpisahan dengan Beliau,” kata Dharmaraja.        

BHAGAVATAM Part 12 : KEMATIAN IBU DEWI KUNTI DAN DIMULAINYA JAMAN KALI



Bhima berkata, “ketika di istana Dhritarastra Krishna ditanya oleh Duryodhana, Dussasana, dan lain-lainnya, mengapa Beliau menjadi penengah dalam pertengkaran keluarga antara Kaurawa serta Pandawa dan lebih menyayangi pihak yang satu daripada pihak yang lain seakan-akan Pandawa merupakan kerabat yang lebih dekat dengan Beliau daripada Kaurawa, apakah jawaban Sri Krishna. Sekarang berusahalah mengingat jawaban itu. Bayangkanlah kejadian itu di hadapan Kakanda, Beliau berjalan hilir mudik seperti anak singa dan mengaum, “Apa yang Anda katakan? Apakah Kaurawa sama dekatnya kepada saya, seperti Pandawa? Tidak, mereka tidak akan pernah berada pada tingkat yang sama. Dengar akan saya beritahukan kepada kalian pertalian keluarga yang mengikat saya pada Pandawa; untuk badan saya ini, Dharmaraja dapat diibaratkan dengan kepala, Arjuna dapat iibaratkan dengan bahu dan kedua tangan; Bhima seperti tubuh; Nakula dan Sahadewa ibarat kedua kaki. Bagi badan yang tersusun seperti itu, Krishna adalah jantungnya. Anggota tubuh bergerak dengan kekuatan jantung; tanpa jantung mereka tidak bernyawa.”   

“Apakah arti pernyataan ini bagi kita? Itu berarti kita Pandawa tidak akan hidup karena jantungnya tidak berfungsi lagi. Kita akan menghadapi kehancuran. Bhagawan yang merupakan pengejawantahan waktu berusaha melebur kita ke dalam Beliau. Kita harus siap menjawab panggilan Beliau.”

Kamis, 06 Desember 2012

BHAGAVATAM Part 11 : AMANAT SRI KRISHNA UNTUK ARJUNA.



Mendengar perkataan Arjuna, Dharmaraja yang tenggelam dalam renungan dan sedang mengingat-ingat pertolongan, rahmat, kasih serta simpati yang telah mereka peroleh dari Sri Krishna, tiba-tiba menegakkan kepalanya dan bertanya, "Arjuna? Apa yang Adinda katakan! Malapetaka apa yang Dinda alami di jalan? Ceritakan selengkapnya kepada kami Adik terkasih!", dan perlahan-lahan diangkatnya dagu Arjuna ketika menanyakan hal itu. Arjuna menatap wajah kakaknya sambil berkata, "Kakanda, segala keahlian dan kemampuan saya telah meninggalkan saya bersama dengan Sri Krishna. Sekarang saya tidak memiliki kesaktian apa-apa, tidak mampu berprestasi lagi, lebih lemah daripada yang paling lemah, sungguh, saya tidak memiliki daya hidup lagi."         

"Kakanda, dengarlah. Orang yang amat sial ini tidak mendapat kesempatan mendampingi Bhagawan Waasudewa ketika Beliau mangkat ke akhirat walaupun pada waktu itu Beliau berada di Dwaraka. Saya belum memperoleh cukup pahala untuk mendapatkan kesempatan itu. Saya tidak dapat memperoleh darsan ayah surgawi kita sebelum beliau pergi. Setelah itu, Daruka, kusir Beliau, menyampaikan kepada saya amanat yang telah Beliau berikan untuk saya ketika akan berpulang. Dalam amanat itu Beliau menulis sendiri sebagai berikut."    

BHAGAVATAM Part 10 : MISTERI DAN LEELA SRI KRISHNA



Bhima berhasil mengumpulkan keberanian. Katanya, “Kakanda, berilah saya izin, maka saya akan segera pergi ke Dwaraka lalu kembali lagi dengan cepat. Saya akan membawa informasi selengkapnya tentang segala yang telah terjadi untuk melenyapkan rasa takut Kakanda.” Pada waktu Bhima berlutut memohon izin, matahari terbenam dan pelita mulai berkelip kelip di berbagai tempat memancarkan cahayanya yang temaram.

Sementara itu seorang pengawal di gerbang utama berlari masuk memberitahukan bahwa Arjuna telah datang dan sedang menuju tempat kediaman raja. Setiap orang bangkit seakan-akan hidup lagi secara mendadak; mereka bergegas menemui Arjuna ingin sekali mendengar kabar dari Dwaraka. Arjuna masuk, muram, amat sedih dan putus asa, sedikitpun tiada kegembiraan yang tersirat pada roman mukanya. Tanpa menatap wajah saudara-saudaranya, ia bersujud di kaki Dharmaraja.      

BHAGAVATAM Part 9: KENAIKAN SRI KRISHNA



Dharmaraja yang amat sedih atas kepergian paman dan bibinya, Dhritarastra dan Gandhari, tertimpa penderitaan lain yang tidak tertahankan bagaikan jarum yang ditusukkan di dalam kuku. Kemanapun berpaling, ia mulai melihat berbagai pertanda buruk dalam kerajaannya. Ia melihat noda-noda kebohongan, kekejaman, dan ketidakadilan dalam perbuatan orang-orang di sekitarnya. Pertanda buruk menghadang setiap langkahnya dan mengacaukan pandangannya.

Akibatnya, ia dicekam kesedihan yang tidak dapat dijelaskan. Parasnya memucat dirongrong kekhawatiran. Ia selalu resah dan cemas. Adik-adiknya melihat hal ini dan karena mereka sendiri juga menjadi gelisah maka Bhima, Nakula dan Sahadewa menemui kakaknya yang tertua dan mengutarakan keinginan mereka untuk mengetahui penyebab kemurungannya yang aneh. Mereka berdiri di hadapannya dengan tangan tertangkup dan bertanya, “Raja dan junjungan! Dari hari ke hari kami lihat roman muka Kakanda makin suram; tampaknya Kakanda tenggelam dalam kesedihan yang tidak dapat diduga, tenggelam makin lama makin dalam dengan berlalunya waktu. Kakanda menjadi terlalu lemah untuk berdiri tegak. Jika ada diantara kami yang telah menyedihkan hati Kakanda, mohon beritahukan kepada kami; kami akan berhati-hati agar tidak mengulangnya lagi dan kami nohon agar diampuni. Jika semua kesedihan ini disebabkan oleh hal lain, Kakanda hanya perlu memberitahukannya kepada kami, kami bersedia korban jiwa untuk memperbaiki keadaan dan memulihkan ketenangan hati Kakanda. Bila Kakanda memiliki pahlawan-pahlawan yang patuh seperti kami untuk mengoreksi siapa saja yang bersalah betapapun tinggi kedudukannya dan betapapun besar kekuasaannya, tidak layaklah Kakanda bersedih hati. Beritahukanlah sebabnya kepada kami dan perintahkanlah apa yang harus kami perbuat.” Demikian mereka memohon.  

 
Dharmaraja menjawab, “Apa yang dapat saya katakan kepada Adinda, adik-adikku terkasih? Dimana-mana saya melihat berbagai alamat buruk. Dari rumah penduduk biasa hingga ke pertapaan orang-orang suci dan kaum arif bijaksana, kemanapun saya melayangkan pandangan, saya hanya melihat hal-hal yang tidak baik, kesialan, kemalangan, dan tiadanya kegembiraan. Saya menghibur diri bahwa ini hanyalah akibat imaginasi saya yang kacau dan saya berusaha sekuat tenaga mengumpulkan keberanian serta kepercayaan pada diri sendiri. Saya tidak suka menjadi korban rasa takut saya sendiri. Tetapi saya tidak berhasil. Mengingat-ingat hal itu hanya membuat rasa takut saya makin bertambah.”   

Kesedihan saya menjadi lebih parah karena saya juga melihat beberapa kejadian yang bertentangan dengan moralitas dan dahma yang telah ditetapkan. Hal ini tidak hanya saya saksikan sendiri, sidang pengadilan di kerajaan in pun telah menerima berbagai permohonan dan tuntutan berkenaan dengan kejahatan, ketidakadilan, kebengisan, dan pelanggaran yang membuat saya amat sedih.”    

BHAGAVATAM Part 8: MENINGGALNYA DHRITARASTRA


Sementara itu di Hastinapura begitu matahari terbit, Dharmaraja bangun, menyelesaikan ritual pembersihan diri, lalu melakukan upacara pemujaan pada api keluarga. Ia memberikan sedekah harian kepada orang-orang miskin seperti biasanya. Setelah itu ia berjalan ke istana Dhritarastra, kakak ayahnya, seperti biasa, karena ia tidak pernah memulai tugas harian tanpa terlebih dahulu bersujud di kaki pamannya.     

Ia tidak menemukan raja dan ratu dalam kamar mereka, maka ia menunggu sebentar dengan harapan mereka akan kembali ke kamar itu. Sambil menanti kedatangan mereka dengan cemas, ia juga mencari mereka di berbagai tempat. Merkipun demikian, ia mendapati bahwa tempat tidur emreka masih rapi, pada bantal-bantalnya tidak ada bekas yang menunjukkan bahwa alas kepala itu sudah digunakan, perabot kamar juga tampak tidak berubah. Mula-mula ia mengira bahwa mungkin ada yang mengatur dan merapikan kembali kamar itu setelah digunakan, tetapi tidak. Ia dicekam rasa takut bahwa mereka telah pergi meninggalkannya, maka ia bergegas menuju ke kamar Widura untuk mendapati bahwa paman inipun telah raib, tempat tidurnya tidak digunakan.

BHAGAVATAM Part 7: NASEHAT VIDHURA KEPADA DHRITARASTRA Part 2



Widura melanjutkan peringatannya kepada Dhritarashtra, “kakanda telah mencapai usia selanjut ini, tetapi tetap saja kakanda menempuh hidup seperti anjing tanpa merasa malu atau ragu. Mungkin Kakanda tidak merasa malu mengenai hal itu, tetapi saya malu. Cih, tidak tahu malu! Cara kanda melewatkan hari-hari Kanda lebih jelek daripada burung gagak.”          

Dhritarashtra tidak dapat menahannya lagi. Ia berseru, “Oh, cukup, cukup. Berhentilah. Adinda menyiksa saya sampai mati. Ini bukanlah kata-kata yang layak dikemukakan di antara saudara sendiri. Mendengar ucapan Adinda, saya merasa Adinda bukan Widura adik saya. Ia tidak akan menegur saya demikian kejam. Sekarang saya tinggal dengan Dharmaraja, apakah ia orang yang tidak dikenal? Apakah saya berlindung pada orang asing? Apa yang Adinda katakan ini? Mengapa begitu kasar? Dharmaraja merawat saya dengan kasih sayang dan perhatian besar, bagaimana Adinda dapat menyatakan saya menempuh hidup seperti seekor anjing atau gagak? Berdosalah bila Adinda memiliki gagasan semacam itu. Memang nasib saya begini, itu saja.” Dhritarashta menunduk dan mengeluh.    

BHAGAVATAM Part 6: NASEHAT VIDURA



Di dalam istana Widura menanyakan kesejahteraan setiap sanak saudaranya. Kemudian Kunti Dewi, ibu suri, masuk dan memandangnya dengan rasa sayang sambil berkata, “Akhirnya kami dapat melihat anda, oh Widura!” Ia tidak dapat berbicara lagi.

Setalah beberapa waktu dilanjutkannya “Bagaimana anda dapat tinggal demikian lama di tempat yang jauh, mengabaikan anak-aak yang telah anda asuh dengan penuh kasih dan saya sendiri serta orang-orang lain yang demikian menghormati anda? Karena doa restu andalah, maka anak-anak saya sekarang menjadi penguasa negeri ini. Dimana mereka akan berada kini seandainya dahulu anda tidak menyelamatkan mereka dalam berbagai keadaaan genting? Kami telah menjadi sasaran berbagai malapetaka, tetapi bencana yang terbesar adalah kepergian anda jauh dari kami. Itulah yang paling mempengaruhi kami. Bahkan kami sudah tidak mempunyai harapan untk bisa melihat anda lagi. Kini hati kami bersemi kembali. Harapan dan hasrat yang dicerai berikan oleh keputusasaan telah terhimpun kembali. Hari ini sempurnalah kegembiraan kami. Oh, alangkah membahagiakanya hari ini!” Kunti duduk sebentar menyeka air matanya.    

Widura memegang tangan Kunti, tetapi tidak dapat menahan air matanya sendiri. Ia mengenang kembali berbagai peristiwa masa lalu dalam kelompok Pandawa dan Kaurawa. Katanya, “Ibu Kunti Dewi, siapa yang dapat mengalahkan ketentuan nasib? Apa yang harus terjadi pasti terjadi. Perbuatan baik dan buruk yang dilakukan manusia harus menghasilkan kebaikan dan keburukan. Bagaimana manusia dapat dikatakan bebas bila ia terikat oleh hukum sebab dan akibat ini? Ia merupakan boneka di tangan hukum ini, talinya ditarik, maka ia bergerak. Rasa suka tak suka kita tidak ada artinya. Segala sesuatu adalah kehendak Tuhan, rahmat-Nya.” Ketika Widura memaparkan kebenaran spiritual mendasar yang menguasai kehidupan manusia, Pandawa bersaudara : Dharmaraja, Bhima, Nakula, dan Sahadewa duduk di dekatnya, mendengarkan dengan penuh perhatian.         

Akhirnya Kunti menegakkan kepalanya dan berkata, “Dengan restu Anda kami menang perang, tetapi kami tidak mampu menyelamatkan hidup para putra Draupadi dan putra Subhadra. Kemalangan benar-benar membayangi kami. Tentu saja seperti yang Anda katakan, tidak seorangpun dapat menghindari nasibnya. Yah, biarlah yang telah lalu kita lupakan. Tidak ada gunaya mencemaskan hal yang tidak dapat kita perbaiki lagi. Saya harus mengatakan bahwa kerinduan saya sudah sangat teringankan, pada akhirnya saya dapat menjumpai Anda. Dimanakah Anda selama ini? Ceritakanlah kepada kami.”

BHAGAVATAM Part 5: YAJNA DAN KEDATANGAN VIDURA.



Dharmaraja menerima nasihat Vaasudeva (Sri Krishna) dan restu Vyasa. Diutusnya saudara- saudaranya beserta bala tentara untuk mengambil emas yang telah dibuang oleh para brahmin. Mereka berangkat setelah menyucikan diri dengan makan hidangan yang telah dipersembahkan kepada Tuhan. Mereka menemukan timbunan emas yang dahulu telah dihadiahkan oleh Maharaja Marut kepada para pendeta pada penutupan upacara pengurbanan. Emas itu telah dibuang oleh para pendeta di sepanjang sisi jalan yang mereka lalui ketika pulang. Bala tentara Pandawa mengumpulkan emas ini dan mengirimkannya dengan unta, gajah, kereta dan gerobak. Mereka memerlukan waktu beberapa hari untuk sampai ke Hastinapura dengan seluruh muatan itu. Mereka membongkar emas itu di tengah sambutan dan sorak-sorai rakyat.

Warga kerajaan mengagumi keberhasilan ekspedisi tersebut; mereka memuji-muji kemujuran Pandawa. Mereka menyambut para pangeran yang kembali ke kota membawa emas tersebut dengan berseru, “Jaya, jaya,” hingga suara mereka serak, sambil meloncat-loncat dan menari dengan sangat gembira. Mereka saling membicarakan kebesaran dan keindahan upacara pengurbanan yang akan diselenggarakan dengan emas tersebut.

Hari itu juga dimulailah persiapan untuk mendirikan altar upacara dan tambahan lain yang diperlukan di tepi Sungai Gangga. Wilayah suci itu luasnya beberapa kilometer persegi. Tanahnya diratakan dan dibersihkan. Panggung didirikan dan berbagai bangunan yang indah ditegakkan di wilayah yang luas itu. Serambi yang terpisah dan beranda juga ditambahkan.Hiasan aneka bendera serta karangan bunga memperelok bangunan tersebut.

BHAGAVATAM. Part 4 : YAJNA UNTUK MENEBUS DOSA



Upacara pemberian nama sang pangeran menimbulkan kegembiraan yang besar pada warga kerajaan, penghuni istana, dan anggota keluarga raja. Tetapi Yudhistira, sang sulung diantara Pandawa bersaudara, merasa bahwa ia harus melakukan sesuatu lebih dari itu; ia tidak merasa puas dengan sekadar pesta yang meriah. Sore itu juga ia memanggil para sesepuh, cendikiawan, pendeta, para raja bawahannya, dan tokoh-tokoh masyarakat agar datang menghadiri rapat; ia mohon agar Sri Krishna memimpin pertemuan itu dan menganugerahkan kegembiraan kepada semuanya. Maharesi Wyasa dan Resi Kripa juga hadir. 
Yudhistira datang ke ruang sidang, berdiri diam beberapa saat di hadapan hadirin, kemudian bersujud di kaki Bhagawan Krishna dan Maharesi Wyasa. Setelah itu ia berpaling kepada para raja, cendikiawan, dan tokoh-tokoh masyarakat sambil berkata, “Saya telah berhasil mengalahkan musuh dengan pertolongan, kerja sama, dan doa restu Anda sekalian, maupun dengan rahmat Bhagawan yang hadir disini, serta berkat restu para resi dan kaum bijak yang telah menyemayamkan Bhagawan dalam hati mereka. Dengan kemenangan ini kita dapat memperoleh kembali kerajaan kita yang hilang. Juga dengan rahmat dan berkat ini cahaya harapan telah bersinar dalam hati kita yang digelapkan oleh rasa putus asa memikirkan kelangsungan dinasti ini. Garis keturunan Pandawa akan diteruskan oleh pangeran yang hari ini oleh Bhagawan dinamai Parikshit. 

Rabu, 05 Desember 2012

BHAGAVATAM Part 3: BOCAH PARIKSHIT DAN RAMALANNYA.



“Aduh! Apakah akhirnya ia harus mengalami nasib yang tragis ini? Apakah ini merupakan ganjaran bagi segala kebaikan yang kelak dilakukannya? Setelah menempuh hidup yang bajik selama bertahun-tahun, dapatkan akibatnya tiba-tiba berubah menjadi kematian yang malang ini? Ada dikatakan bahwa mereka yang mati tenggelam, mereka yang menemui ajal karena jatuh dari pohon, dan mereka yang meninggal karena digigit ular, tidak baik kehidupannya di akhirat kelak. Semua ini dianggap ebagai kematian yang sial, mereka yang menemui ajalnya seperti itu akan menjadi hantu dan akan menderita, demikian kata orang. Mengapa anak ini harus mengakhiri hidupnya seperti itu? Oh, alangkah mengerikan. Oh, alangkah tidak adilnya semua ini!” , ratap Yudhistira sambil menggigit bibirnya menahan sedih.

BHAGAVATAM Part 2: KELAHIRAN SEORANG BHAGAVATA



    
Judul buku ; Pancaran Bhagavata    
oleh ; Sathya Narayana Svami.        

Maharaja Parikshit adalah putra Abimanyu yang telah mencapai surga para pahlawan. Ketika Parikshit masih berwujud janin yang tumbuh di rahim Uttara, ia melihat anak panah tajam yang dilepaskan oleh Aswathama meluncur ke arahnya. Senjata itu memancarkan percikan keganasan dan teror, siap membinasakannya, tetapi pada saat itu juga tampaklah tokoh yang cemerlang dan sangat mempesona bersenjatakan cakra yang dahsyat. Beliau menghancurkan panah maut itu menjadi seratus keping. Janin ninggrat itu diliputi kekaguman dan rasa terimakasih.        

Ia memikirkan identitas penyelamatnya secara serius. “Siapakah Beliau? Pastilah Beliau juga tinggal dalam rahim ini bersamaku karena Beliau dapat melihat anak panah itu pada saat aku melihatnya! Tetapi Beliau demikian pemberani dan cekatan sehingga dapat menghancurkan panah itu sebelum mencapai aku. Apakah Beliau saudara kembarku? Bagaimana Beliau dapat membawa cakra itu? Bila Beliau dikaruniai cakra, mengapa aku tidak memilikinya? Tidak, Beliau bukan manusia biasa.” Demikianlah ia berdialog lama dengan dirinya sendiri.

SRIMAD BHAGAVATAM Part 1

sebutan Bhagavata dapat digunakan untuk setiap kisah pengalaman orang-orang yang telah menjalin hubungan dengan Tuhan dan dengan mereka yang saleh (Bhagawan dan bakta). Tuhan mengambil berbagai wujud dan memerankan berbagai kegiatan. Nama Bhagavata diberikan pada uraian pengalaman orang-orang yang telah menyadari Tuhan dalam aneka wujud tersebut dan juga pada kisah pengalaman mereka yang telah memperoleh karunia Beliau serta terpilih menjadi alat Beliau.

Karya agung yang terkenal ini (Bhagavata) dihormati oleh para ahli Weda. Kitab ini merupakan obat mujarab yang menyembuhkan berbagai penyakit fisik, mental, dan spiritual. Bhagavata sarat dengan kemanisan nektar dan bersinar dengan kecrmelangan serta keindahan Tuhan.

Selasa, 04 Desember 2012

Krishna Oh Krishna....







Menyambung tulisan saya yang berjudul “Di ambang Kiamat 2012” dimana dalam satu bagian akhirnya saya kutipkan pernyataan sekaligus rumus dari Tuhan Sri Krishna guna mendapati peta pulang ke kerajaan Tuhan, maka hari ini saya akan mulai mengulas tentang Leela atau permainan Ilahi beliau. Sesuatu yang seringkali menjadi perdebatan antara mereka yang yakin dengan mereka yang menolak kenyataan bahwasannya Penguasa semesta raya ini pernah mewujudkan diri-Nya di bhumi sebagai bocah penggembala sapi (yang merupakan symbol dari jiwa jiwa mahluk hidup). Pemilihan Sri Krishna sebagai media untuk memusatkan pikiran dalam menyambut datangnya hari kiamat ataupun kematian bagi diri sendiri ini adalah karena Sri Krishna merupakan Poorna Avatar atau Penjelmaan Tuhan ke dunia dengan menyertakan segala kesempurnaan-Nya. Sehingga semua hal yang dilakukan-Nya di muka bhumi begitu mengesankan untuk disimak. Segala keajaiban, kemewahan, cinta, dan pengampunan yang terkadang begitu sulit untuk dimengerti oleh daya nalar manusia biasa bahkan oleh para dewa setinggi dewa Brahma sekalipun. Hal ini dapat kita temukan pada Kitab Brahma Samhita dimana setelah gagal menguji Sri Krishna dalam wujud bocah kecil penggembala sapi, akhirnya dewa Brahma menyusun syair-syair indah yang mengakui dan mengagungkan Sri Krishna sebagai persoanalitas Tuhan Yang Maha Esa yang paling tinggi yang dipenuhi dengan pengetahuan, kekekalan, dan kebahagiaan. Tuhan yang merupakan sumber dari segala sebab, yang dikenal dengan nama Govinda.
Ishvara Parama Krishna  //   Sat cit ananda Vigraha
Anadir adir Govinda  //  Sarva karana karanam. (Brahma Samhita 5.1)

Demikian halnya dengan pernyataan-pernyataan beliau sendiri yang menyatakan bahwa diantara beribu-ribu orang, mungkin ada satu yang ingin mencapai kesempurnaan. Dan diantara mereka yang sudah mencapai kesempurnaan, hampir tak satupun yang mengetahui tentang Diri-ku dengan sebenarnya (B.G 7.3)
Orang yang sadar kepada-Ku sepenuhnya, yang mengenal diri-Ku sebagai Yang Mahakuasa,sebagai prinsip yang mengendalikan manifestasi material, Para dewa, dan segala cara korban suci, dapat mengerti dan mengenal diri-Ku sebagai kepribadian Tuhan yang Mahaesa, bahkan pada saatnya meninggal dunia sekalipun (B.G 7.30)
Baik para dewa maupun Rsi-rsi yang mulia tidak mengenal asal mula maupun kehebatan-Ku. Sebab dalam segala hal, Aku adalah sumber semua Dewa dan Rsi.(B.G 10.2)
Arjuna berkata “Engkau adalah Kepribadian Tuhan YME, tempat tinggal tertinggi, Yang maha suci, Kebenaran mutlak. Engkau adalah yang maha abadi, rohani, dan melampaui dunia ini. Kepribadian yang asli, tidak dilahirkan dan Maha besar. Semua Rsi yang mulia seperti Narada, Asita, Dewala, dan Vyasadewa membenarkan kenyataan ini tentang Engkau, dan sekarang Engkau sendiri menyatakan hal demikian kepada hamba (B.G 10.12-13)

Selanjutnya pernyataan beliau dalam Bab 9.34 yang dipertegas kembali dengan bunyi sloka yang hampir sama di Bab 18.65 menyiratkan agar kita sebagai anak-anak Beliau, senantiasa berfikir tentang-Nya dan menjadi penyembah-Nya yang tekun karena inilah syarat untuk bisa mencapai-Nya. Mengingat nama, rupa, leela, dan segala hal tentang Tuhan yang bisa membangkitkan kerinduan kita untuk kembali ke tempat asal yakni “Kerajaan Tuhan”. Oleh karena itu, marilah kita mulai Krishna Katta ini dengan menjadi seorang pembaca dan pendengar yang tunduk hati sebagaimana Raja Parishit melakukannya sebagai teladan bagi manusia jaman sekarang. Saya tidak akan perduli, apakah anda termasuk orang yang mencintai Tuhan Sri Krishna ataukah anda termasuk golongan yang sangat membenci Krishna? Tapi apapun itu, hari ini saya ingin memberikan gambaran singkat tentang Leela atau Kegiatan rohani beliau selama berada di bhumi yang seringkali menjadi bahan pertentangan antara mereka yang mencitai dengan mereka yang membenci. Walaupun objek yang mereka perdebatkan itu sama sekali tidak terpengaruh oleh kedua hal ini (Benci atau Cinta) sebab bagi Krishna yang maha Kasih hanya ada satu slogan yakni mencintai dan mengasihi karena semua dari kita adalah anak-anak beliau, entah kita mengakui-Nya ataupun tidak. Lihatlah nasib si supala yang benci seumur hidup dengan Krishna tapi karena dia selalu mengingat beliau, maka akhirnya ia juga mencapai kaki padma Sri Krishna. Bagaimana dengan anda? Jangan mengambil langkah setengah-setengah kalau mau mencintai maka cintailah sepenuh hati. Tapi kalo mau membenci juga monggo saja tapi bencilah dengan sepenuh hati juga sehingga tak ada waktu tersisapun untuk tidak memikirkan beliau.
Krishna Katta ini akan dimulai dari sebuah kitab suci yang bernama Srimad Bhagavatam. Bhagavatam adalah salah satu purana terbesar dari 18 purana utama. Bhagavatam sendiri mengandung inti “Paropakarah punyaya, Papaya Para Pidanam” yang maksudnya adalah “Berbuat baik kepada orang lain merupakan sebuah kebahagiaan sedangkan menyakiti atau melakukan perbuatan yang menyebabkan penderitaan bagi orang lain adalah merupakan dosa”. Kitab suci Srimad Bhagavatam menceritakan tentang kemuliaan tertinggi Sri Hari (Tuhan Sri Krishna) dengan para bhakta-Nya. Misalnya hal-hal yang berhubungan dengan penciptaan dan alam semesta, cerita tentang awatara, tentang Narada, terutama Leela Sri Krishna. Bhagavatam ditulis oleh Vyasa dewa setelah mendapat Ilham dari Dewa Brahma yang menceritakan hal tersebut, kemudian Vyasa dewa menceritakan kembali kepada anaknya yakni Sukadewa Gosvami, selanjutnya Sukadewa Gosvami menceritakan kembali kisah ini kepada Raja Parikesit yang akan menemui ajalnya dalam waktu 7 hari setelah terkena kutukan dari Tapasvin Srngi anak dari Rsi Samika. (Diriwayatkan bahwa pada waktu itu Raja Parikshit sedang pergi berburu ke hutan dan ketika beliau kelelahan dan haus, ia mencari sebuah asram, pada saat itu ia melihat seseorang dan masuk ke Asram tersebut, 

Parikeshit berteriak memanggil, namun tak seorangpun yang menyahut. Ia melihat seorang Rsi sedang khusuk bersemadi. Sang raja berusaha membangunkan sang Rsi dengan sapaannya, agar ia menyadari bahwa ada tamu yang sedanga berkunjung ke dalam asramnya. Namun ketika usaha sang Raja seakan tidak dihiraukan,dan dalam keadaan yang lapar serta haus itu, pengaruh buruk jaman Kali meringsek masuk ke dalam pikiran sang raja. Ia merasa tersinggung karena sebagai penguasa wilayah itu, ia sama sekali diabaikan oleh warganya. Pada saat itu, Raja Parikeshit melihat seekor ular mati di tanah, ia mengambil bangkai ular itu dengan tongkat lalu melilitkannya di leher sang Rsi, kemudian sang raja pergi dengan kesalnya. Ketika Srngi datang, ia melihat penghinaan yang ditujukan kepada ayahnya itu, maka dengan serta merta kemarahannya meluap lalu melontarkan kutuk bahwasannya siapapun yang telah melakukan perbuatan tidak baik itu dengan mengalungkan bangkai ular di leher ayahnya yang sedang melakukan meditasi, maka ia harus mati dengan cara yang sama dengan digigit ular dalam waktu 7 hari semenjak kutukan itu dikeluarkan. Srngi walaupun masih anak-anak, tapi memiliki kekuatan yang sangat baik sebagai seorang Brahmin kecil sehingga apapun yang dikatakannya akan menjadi kenyataan.
Ketika Rsi Samika kembali kepada keadaan sadarnya setelah melakukan Meditasi yang mendalam, Ia sangat terkejut mendengar penuturan anaknya yang telah melontarkan kutuk kepada penguasa negeri sebab baginya kutukan itu akan menjadi sebuah bencana besar dan berpengaruh kepada seluruh negeri. Sebab Parikeshit adalah seorang raja yang baik dan ramah. Tetapi untuk satu tindakan yang dilakukan karena desakan emosi karena rasa khilaf, seharusnya Srngi tidak boleh memperturutkan emosinya itu, oleh karena itu Rsi Samika meminta anaknya untuk mencabut kutukan yang telah dilontarkannya. Tetapi bagaimanapun senjata yang telah dilepaskan tidak bisa ditarik kembali sebelum mendapatkan korban, oleh karena itu dengan sangat berat hati akhirnya Rsi Samika menghadap Sang raja dan memberitahukan tentang kutuk anaknya. Mendengar hal itu, Raja Parikeshit merasa sangat menyesal atas tindakannya yang menuruti hawa nafsu lalu berpasrah menerima kutukan itu sebagai sebuah anugrah, karena ia diberi kesempatan untuk mengetahui saat ajalnya akan tiba sehingga ia bisa menyiapkan diri ataupun terlibat dalam berbagai kegiatan suci sebelum meninggal.(Kisah lengkapnya bisa anda baca dalam artikel Bhagavatam di bagian lain dari blog ini.)
Pada bab 11 dari kitab Bhagavatam ini, kita akan mendapati uraian yang sangat bagus tentang leela Sri Krishna selama berada di bhumi, yang mana gambaran singkatnya adalah sebagai berikut.
Pada masa menjelang berakhirnya Dwapara Yuga, keadaan bhumi (Ibu pertiwi) begitu memprihatinkan sampai-sampai perwujudan dewi Bhumi pergi menghadap Dewa Brahma untuk meminta bantuan agar ia dibantu untuk menahan beratnya beban yang ditimbulkan oleh manusia yang berprilaku seperti raksasa di ketika itu (Tentu yang dimaksud ibu pertiwi adalah para raksasa yang nantinya dibunuh oleh Sri Krishna, sekutu Kamsa, dan juga gerombolan suku Kaurawa). Kita bisa menjadikan hal ini sebagai bandingan bahwasannya pada masa Dwapara yuga yang jumlah manusianya tidak terlalu banyak dibandingkan sekarang, yang mana tingkat kejahatannya juga tidak sejahat manusia sekarang, yang mana kadar orang baik juga masih berimbang 50:50 dengan manusia yang memiliki sifat tidak baik, Ibu Pertiwi sudah merasakan beban yang sangat berat karena dihuni golongan manusia dengan prilaku durjana demikian. Jadi bisa dibayangkan bagaimana keadaan ibu pertiwi sekarang yang harus menopang manusia yang jumlahnya kian meningkat namun dengan ahlak dan moralitas yang semakin merosot sebagaimana jaman Dwapara yuga dimana banyak mahluk yang memakai badan manusia tetapi sifat yang menghuni di dalamnya adalah iblis dan setan neraka.(bukankah sifat raksasa atau iblis neraka adalah tidak pernah merasa puas sebagaimana keserakahan yang ditunjukkan manusia modern sekarang ini, sifat raksasa lainnya adalah selalu ingin menang sendiri, berkata kata kasar, culas, tidak tau sopan santun, pelahap segala, suka berkelahi dan bila perlu sampai membunuh bangsanya sendiri, bersetubuh dengan anggota keluarga sendiri, dan lain-lain yang kesemua ciri itu juga dilakoni oleh beberapa manusia modern Kali yuga ini. Jadi jika akhirnya bermunculan aneka bencana seperti Gempa dan Tsunami, lumpur lapindo, Bom teroris, Tanah longsor, dll tentu hal ini merupakan hal yang wajar sebagai peringatan dari ibu kita yang bernama Pertiwi, karena kita telah mengeksploitasi badan beliau dengan sangat tidak manusiawi hanya demi keuntungan material semata. Namun jika tanda-tanda kecil ini juga terabaikan oleh kemunafikan dan keserakahan manusia, maka Tindakan penyelamatan oleh sang Bapak akan dilakukan. Entah beliau akan melakukannya sendiri sebagaimana ketika beliau mewujudkan dirinya sebagai awatara ataukah hanya mempergunakan alat dan hukum yang telah ditetapkannya yakni gabungan bencana untuk membersihkan dan menyaring manusia. Bencana yang dilabel dengan nama Kiamat.
Kembali kepada topic bahasan tentang Leela Sri Krishna, setelah Ibu pertiwi menghadap dewa Brahma, kemudian dewa Brahma mengajak Ibu Pertiwi dan semua dewa dan para rsi lainnya untuk membahas persoalan itu, dan yang mana akhirnya disepakati bahwa mereka harus segera menghadap Sri Vishnu yang memang memiliki tugas sebagai pengendali dan pemelihara semesta raya. Pada waktu itu dalam kumpulan para dewa dan para Rsi juga mahluk-mahluk sorgawi lainnya yang bertandang ke kediaman Sri Vishnu di Vaikuntha loka, Sri Vishnu berjanji bahwa Ia sendiri yang akan muncul di bhumi guna menegakkan kembali prinsip-prinsip dharma atau kebenaran yang telah disimpangkan, guna melindungi para sadhu atau orang suci yang taat akan agama, guna menghancurkan kejahatan, sekaligus melindungi ajaran ketuhanan Veda. Maka demikianlah sesuai janji beliau, Sri Vishnu atau Narayana yang adalah Sri Krishna muncul di bhumi sebagai putra Devaki dan Vasudeva pada bulan Sravana, Tithi-Astami, Bintang Rohini, Krsna Paksa. Sri Krishna muncul di dalam penjara kerajaan Kamsa karena pasangan suami istri yang dipakai alat sebagai orang tua Sri Krishna di Bhumi sedang dipenjarakan lantaran raja Kamsa mendengar suara dari langit bahwa anak kedelapan dari Devaki dengan Vasudeva yang akan menjadi malaikat pencabut nyawa bagi dirinya. Kamsa begitu ketakutan menghadapi kematiannya sehingga ia harus memastikan bahwa anak dari Devaki dengan Vasudeva yang walaupun masih merupakan adiknya sendiri harus dibunuh saat lahir. Namun siapa dari kita yang bisa mengerti apalagi berusaha menghalangi rencana Ilahi? Sri Krishna yang muncul tiba-tiba di dalam sebuah keranjang kecil di samping Ibu Devaki menampakkan dirinya sebagai Narayana berlengan empat dengan segala kemuliaan-Nya lalu menyuruh Vasudeva membawa diri-Nya (Krishna yang masih bayi) ke Repalle Gokul. Berbagai keajaibanpun terjadi pada waktu itu, dimana para penjaga penjara menjadi terlelap tidurnya lalu rantai yang mengikat mereka dan juga pintu sel penjara menjadi terbuka, selanjutnya ketika ingin menyebrangi sungai yang lagi meluap karena banjir, tiba-tiba seekor ular besar berkepala seribu muncul untuk menaungi Krishna yang masih bayi agar tidak kehujanan dan juga tidak terseret arus sungai yang deras. (bagi manusia modern yang kebanyakan nonton film misteri, pasti akan sangat menyangsikan peristiwa ini dengan cibiran sinis “Ah engga’ mungkin! Memangnya sinetron” padahal jika mereka mau jujur mengakui bahwa walaupun jaman telah banyak berubah namun hal-hal di luar daya nalar dan logika manusia nyatanya masih sering terjadi. Sesuatu yang rasanya tidak mungkin bagi otak manusia dengan segala keterbatasannya namun nyata tanpa bisa dinalar. Misalnya bagaimana si David Coverfield bisa terbang tanpa sayap, lalu bagaimana mungkin manusia bisa berubah menjadi monyet atau api ketika menyaksikan ‘Leak bali’ trus bagaimana serabut kelapa atau benda-benda aneh lainnya bisa nyangkut dalam tubuh orang karena teluh. Memangnya bisa dijelaskan  dengan teknologi. Tentu sulit sekali. Maka demikianlah jika di jaman sekarang saja kenyataan itu masih bisa terjadi maka India sebagai gudangnya para Yogi dan kekuatan mistik tentu sangat masuk akal jika terjadi hal-hal ajaib seperti ketika kemunculan Sri Krishna. Jadi bukan sekedar cerita khayal manusia. That was history NOT ONLY STORY. 

So! Setelah peristiwa dipindahkannya Krishna bayi dari penjara Krishna, dan setelah kembalinya Vasudeva dari repalle, segala sesuatunya tampak seperti sedia kala hanya saja, sampai pada saat dimana bayi perempuan yang dipakai untuk menukar Krishna, tiba-tiba menangis melengking membangunkan para penjaga penjara yang kemudian memberitahu tentang kelahiran anak Devaki yang kedelapan. Bayi perempuan itu yang sebenarnya adalah perwujudan Narayani, segera menampakkan diri setelah dicoba untuk dibunuh oleh Kamsa. Narayani memberitahukan kamsa bahwa malaikat kecil pencabut nyawanya telah dipindahkan ke suatu tempat yang aman dan siap untuk memenuhi tugas-Nya. Dari ini rasa panic dan ketakutan Kamsa terus menjadi jadi sehingga ia mengutus berbagai raksasa suruhannya untuk menghabisi semua bayi yang baru lahir di kerajaannya.
Inilah beberapa Leela atau permainan Ilahi Sri Krishna yang pernah ditunjukkan kepada umat manusia beserta makna dan kasih beliau.:

1.   Krishna membunuh raksasi Putana yang menyamar sebagai seorang ibu muda yang ingin menimang dan menyusui Sri Krishna dengan air susu beracun yang telah dibubuhkan dalam susunya. Sri Krishna yang murah hati mengabulkan keinginannya itu dengan menjadi anaknya tetapi karena air susunya beracun dan diniatkan dengan tidak baik, maka Sri Krishna bukan saja menyusu tetapi juga menghisap sari kehidupan raksasi itu sampai mati. Bilamanakah sejarah masa lalu Putana di kehidupan terdahulu sampai menerima karunia demikian ? Putana dalam kehidupan sebelumnya adalah Ratnavali, puteri dari Maharaja Bali. Saat Sri Krishna muncul di bhumi ini beberapa tahun sebelumnya sebagai seorang Brahmana cebol yang bernama Vamana. Untuk membatasi kekuasaan Maharaja Bali yang telah mengambil hampir seluruh wilayah bhumi sebagai kekuasaannya, Tuhan Sri Krishna muncul sebagai Brahmana cebol yang meminta tanah seluas 3 jengkal kaki-Nya. Pada waktu Sri Vamana menghadap Maharaja Bali, Ratnavali begitu terpesona melihat aura kedewataan sang Brahmana cebol sehingga ia berfikir bahwa “alangkah menyenangkannya jika ia berkesempatan menjadi ibu bagi anak seperti itu.” Tetapi saat Vamana bertrivikarma menjadi personalitas yang sangat besar lalu menginjakkan langkah kaki-Nya yang ketiga di kepala bapaknya dan menekannya sampai di planet neraka, Ratnavali dipenuhi dengan keinginan untuk membunuh Vamana. Maka begitulah untuk mengabulkan kedua keinginannya itu, maka pada penjelmaan-Nya sebagai Sri Krishna ia memberikan kesempatan kepada Putana (Ratnavali) untuk menimangnya sebagai anak dan juga kesempatan untuk mencoba membunuh-Nya. Walaupun ia sendiri yang akhirnya terbunuh.

 2. Krishna mengangkat bukit Govardana. Pada waktu itu ada tradisi tahunan bagi penduduk desa Repalle untuk melakukan persembahan kepada Dewa Indra guna mendapatkan hujan. Karena sebagaimana kita ketahui bahwa dalam administrasi ketuhanan, Dewa Indra adalah seperti menteri yang diberikan kewenangan untuk mengatur curah hujan bagi kesejahteraan umat manusia. Namun sayang bahwasannya dewa Indrapun telah takabur menganggap bahwa kekuasaannya itu adalah bersumber dari dirinya sendiri, sehingga untuk menyadarkan hal ini, Sri Krishna menganjurkan penduduk desa agar menghentikan  tradisi tahunan tersebut dan sebagai gantinya, Sri Krishna meminta agar dilakukan pemujaan kepada Bukit Govardana yang telah menyimpan air hujan lalu memberikan kesuburan bagi penduduk desa itu. Melihat kenyataan itu, dewa Indra sangat murka lalu menurunkan hujan badai yang sangat lebat di daerah Gokul selama 7 hari 7 malam. Untuk melindungi penduduk Repalle (Gokula) inilah akhirnya Sri Krishna mengangkat bukit Govardana sebagai tempat bagi para penduduk dan binatang piaraan mereka berteduh dari keganasan hujan badai yang dikirim oleh dewa Indra. Peristiwa ini berlangsung selama 7 hari dimana Sri Krishna menopang bukit Govardana hanya dengan jari kelingking-Nya. Sehingga membuat dewa Indra menyadari bahwa yang sedang dihadapinya adalah Tuhan Yang Maha Kuasa, sehingga ia berlutut dan memohon ampunan-Nya.mungkin ada sedikit pertanyaan yang mengganjal, kenapa Tuhan Sri Krishna tidak menghentikan hujannya saja. Ini dikarenakan bahwa Tuhan tidak selayaknya melawan hokum alam. Ketika bencana terjadi, Tuhan akan melindungi para penyembah-Nya dan memberikan kekuatan untuk bertahan tetapi bukan untuk mencegah bencana itu. Di lain sisi, kegiatan Sri Krishna ini juga sangat berkaitan dengan sejarah bukit Govardana dimaksud. Diriwayatkan bahwa pada jaman Dvapara ketika Tuhan Sri Krishna muncul sebagai Sri Rama pada waktu akan membuat jembatan ke Alengkapura guna menyelamatkan Dewi Sita, Bukit Govardhana menjadi salah satu bukit yang dipilih untuk dilempar ke dalam laut guna membuat jembatan penghubung antara India dan Sri langka. Namun ketika bukit yang istimewa itu telah dicabut dan siap dibawa ke lautan, ada instruksi bahwa jembatan sudah selesai dikerjakan. Hal itu otomatis menghalangi kesempatan sang bukit untuk mengabdikan dirinya bagi kegiatan Tuhan Sri Rama. Bukit itu menjadi kehilangan daya dan semangat hidup, semua pepohonan diatasnya seakan mau mati karenanya. Mendengar hal ini akhirnya Sri Rama berjanji bahwa pada saat kedatangan-Nya kembali ke bhumi, Ia akan menyertakan bukit itu dalam kegiatan Ilahi-Nya. Dan begitulah demi menepati janji yang telah diucapkannya, maka Sri Rama yang telah muncul kembali dalam diri Tuhan Sri Krishna mempergunakan bukit Govardhana untuk menyadarkan keangkuhan Dewa Indra. Perlu dicatat juga disini bahwasannya pemujaan kepada para dewa bukanlah DILARANG oleh Tuhan Sri Krishna, yang mana biasanya para penyembah mempergunakan kisah ini sebagai acuan. Tuhan Sri Krishna melarang penduduk memuja dewa Indra karena pada waktu itu dewa Indra telah takabur menganggap bahwa kekuatan dan kekuasaannya untuk menurunkan hujan berasal dari dirinya sendiri, padahal itu semua berasal dari daya dan kemampuan yang dianugrahkan oleh Tuhan Sri Krishna. Dari kisah ini juga diharapkan agar manusia bisa melihat kejelasan bahwa sumber segala penyebab di dunia ini adalah Tuhan sedangkan para dewa hanyalah mentri-mentri yang diperbantukan untuk mengurus masalah dimaksud. Sebab jika Tuhan Sri Krishna benar-benar melarang pemujaan kepada para dewa maka ayat 11 dan 12 dari bab III Bhagavad Gita tentu tidak akan bermakna. Walaupun di bab selanjutnya Tuhan Sri Krishna memberikan stressing bahwasannya manusia harus lebih menyerahkan diri kepada beliau sehingga secara otomatis kebutuhannya akan dipenuhi.

3.   Sri Krishna sangat dekat dengan para gopi, seakan-akan Sri Krishna adalah sosok anak kecil yang akan tumbuh menjadi pemuda playboy. Masa kecil Sri Krishna memang tidak pernah bisa dipisahkan dengan gelak tawa riang para gopi didekatnya. Kebahagiaan itu diciptakan oleh Tuhan Sri Krishna hanyalah untuk menjawab do’a dari para bhakta-Nya. Para gopi itu dalam kelahiran mereka sebelumnya adalah para Rsi pada masa Krta Yuga yang hanya memperoleh kesempatan dharsan dari Tuhan. Dan hal ini kurang memuaskan mereka. Pada masa Treta Yuga ketika Tuhan muncul sebagai Sri Rama, para Rsi ini rela dilahirkan sebagai pasukan kera agar dapat menikmati dharsan (Penampakan) dan juga Sambhasan (Wejangan) langsung dari Tuhan. Selanjutnya pada masa Dvapara yuga ketika Tuhan muncul dalam wujud Sri Krishna, merekapun kembali mengikuti beliau dengan terlahir sebagai para gopi dan gopa penggembala sapi di Vrndavan hanya agar mendapat kesempatan lebih untuk menikmati Dharsan,(Penglihatan-tatapan langsung) Shambasan (Wejangan), dan Sparsan (bersentuhan serta bercakap-cakap dengan Tuhan secara langsung) sebab di dalam loka-loka yang lain, kesempatan seperti itu sangat sulit untuk dicapai.

 4. Krishna membunuh tukang cuci kerajaan. Hal ini bukanlah tanpa alasan mendasar sebab Krishna bukanlah seorang pembunuh. Pada waktu Krishna dan Balarama meneruskan perjalanan ke kerajaan Kamsa, mereka melihat tukang cuci kerajaan membawa sebundelan jubah kerajaan. Krsna merampas buntelan itu lalu memberikannya satu kepada Balarama untuk dipakai. Tukang cuci tersebut menjadi marah lalu mengajak bertengkar. Lalu Sri Krishna menampar pipi tukang cuci tersebut yang menyebabkan kematiannya. Balarama tidak mengerti akan hal itu lalu meminta penjelasan dari Krishna. Sri Krishna menjawab bahwa ia telah membunuh tukang cuci tersebut karena ia memang ingin mati ditangan-Nya. Pada kelahirannya terdahulu, pada masa Treta Yuga, Tukang cuci itu adalah orang yang telah menyebarkan propaganda serta bertanggung jawab atas pengasingan (Kelahiran kembali) Ibu Dewi Sita.namun akhirnya ia menyesal dan berdoa kepada Sri Rama untuk membunuhnya karena dosa yang tak termaafkan itu. Tapi Sri Rama tidak melakukannya. Ia hanya memastikan bahwa keinginan tukang cuci itu akan dipenuhinya pada saat kemunculannya sebagai Sri Krishna pada masa Dvapara Yuga. Demikianlah orang itu akhirnya terlahir sebagai tukang cuci di kerajaan Kamsa dan Sri Rama muncul kembali sebagai Sri Krishna.

5.   Rasa lila atau Krida, ini sungguh-sungguh merupakan sebuah episode yang kebanyakan dikelirukan dan disalah artikan. Pemuda berkulit hitam keabu-abuan (Sri Krishna) yang menari di saat bulan bersinar cerah dengan para gadis penggembala sapi. Banyak yang tidak memahami bahwa pada saat itu masing-masing gopi mendapatkan satu orang Krishna, artinya Krishna pada waktu yang sama telah mengekspansikan dirinya menjadi puluhan Krishna yang sama yang mana masing-masing gopi itu tidak bisa menyadari kenyataan yang sesungguhnya. Mereka hanya tenggelam dalam suka citanya masing-masing dengan berpikir bahwa hanya dirinyalah yang mendapatkan Krishna. Namun kenyataannya, semua gopi itu mendapatkan Krishna yang sama. sesungguhnya makna yang terkandung dari permainan Ilahi ini adalah bahwa seluruh alam semesta ini adalah Vrndavan dan semua gopi adalah jiwa. Setiap jiwa rindu ingin selalu bersama Tuhan dan menunggu panggilan seruling-Nya. Permainan itu adalah kesenangan paramaatma yang dibagi kepada para gopi atau jiwatma.

 6.   Gopika Vastrapaharanam. Ini juga merupakan kisah ketuhanan yang sangat dikelirukan dan disalah artikan oleh orang awam. Mereka yang tidak mengakui ke-Ilahian Sri Krishna dengan gampangnya mencaci maki Sri Krishna sebagai tokoh asusila, seorang perayu wanita yang telah mencuri sari para gopika ketika mereka sedang mandi di sungai. Krishna memberikan sari mereka jika para gopika mau beranjak dari sungai dalam keadaan telanjang dan mengangkat tangannya keatas sebagai tanda menyerah dan menyelamatkan mereka dari rasa malu. Sesungguhnya makna mendalam dari kisah ini adalah kalau seorang sadhaka belum bisa menghilangkan kesadaran badannya artinya masih menganggap diri sebagai badan yang memiliki nama dan rupa dan bukannya menginsyafi diri sebagai jiwa penghuni badan, dimana dalam kisah itu diibaratkan sebagai rasa malu dalam badan yang telanjang, maka ia tidak akan memperoleh rahmat Tuhan yang digambarkan dengan mendapatkan kembali sari mereka. Kenyataannya Deha berarti sesuatu yang dipakai atau Vastra. Ketika para gopika tersebut menanyai Krishna apakah Dharma (kebajikan) dari bagian-Nya yang telah mencuri pakaian atau sari mereka, Krishna berkata bahwa para gopikalah yang tidak menjalankan Svadharma sebagai Atma dharma tetapi malah menjalankan Deha dharma atau kesadaran badan.

7.   Navanitachora, Krishna mencuri mentega. Ini adalah sebuah kisah yang juga sarat makna. Sebenarnya Tuhan Sri Krishna tidak menginginkan mentega karena Tuhan maha kaya yang punya segala-galanya. Sama halnya dengan kegiatan Gopika Vastrapaharanam. Krishna bisa menciptakan segalanya termasuk bidadari yang paling cantik sekalipun, jadi apakah masuk akal jika Tuhan melakukan hal tersebut hanya sebagai pelampiasan nafsu saja seperti manusia. Jawabannya TIDAK! 

    Segala sesuatu yang diperbuat oleh Tuhan ada makna dan latar belakangnya yang kadang sulit dimengerti oleh keterbatasan indera manusia. Sama halnya dengan kegiatan mencuri mentega ini. Mentega sebenarnya adalah wujud atau simbul dari kemurnian pikiran yang tertanam dalam periuk hati dari para gopika. Navanita berarti pikiran murni dan pikiran hanya bisa dibuat murni jika diaduk terus menerus dengan sadhana namasmaranam atau mengingat-ingat nama dan kegiatan Tuhan. Jadi sesungguhnya Krishna hanya menginginkan pikiran murni dari manusia yang telah mengingatnya dalam segala waktu dan keadaan.

    8. Krishna menjadikan diri-Nya suami dari 8 istri dan 16.108 gopika. Maksud dari kisah ini adalah bahwasannya orang harus mengerti terlebih dahulu makna dari (Bharta) suami, yaitu : orang yang menjadi panutan dan orang yang menjaga. Siapa lagi yang benar-benar dapat disebut sebagai suami-Svami selain daripada Tuhan. Disini tubuh merupakan kediaman bagi kesadaran Ilahi atau Tuhan. Dalam tubuh ada 6 pusat spiritual yang dilalui Kundalini Sakti atau daya energy Ilahi yang berwujud ular bergelung, yang muncul dari Muladhara cakra (Pusat energy dasar) sampai ke Sahasrara (Pusat bunga teratai berdaun bunga seribu) di puncak. Diantaranya ada 4 pusat spiritual cakra. Ketika Kundalini itu bangkit mencapai Sahasrara, pencerahan akan terjadi. Kundalini mencapai Hrdaya Cakra (teratai hati dengan 8 daun bunga). Makna yang terkandung dalam hal ini adalah 8 daun bunga teratai berarti 8 jiwa, 8 arah, dan 8 penjaga. Krshna yang menjadi suami atau raja dari 8 permaisuri melambangkan 8 daun bunga. Kundalini sakti naik lagi pada Sahasrara, setangkai bunga teratai yang berdaun bunga seribu, yang masing-masing memiliki 16 kala atau sinar. Jadi 16.000 Gopika adalah symbol dari 16.000 kala yang kemudian menimbulkan pencerahan. Jadi disini Krishna menjadikan dirinya sebagai suami bagi 16.108 gopi itu bukanlah dalam artian untuk menikmati kepuasan indriawi. Karena Tuhan berada diatas 3 sifat atau guna alam semesta material.