Sabtu, 30 Maret 2013

Pengaruh Samskara terhadap hidup manusia



Kehidupan manusia penuh dengan kegiatan. Ini adalah kenyataan yang diketahui semua orang. Ada demikian banyak hal yang akan dilakukannya sehingga dua puluh empat jam tampaknya tidak cukup untuk kegiatannya sehari-hari: makan, minum, membaca, berjalan, duduk, disamping melamun, membenci, membual, memuji, menangis, tertawa, menyapu, berharap; segala jenis kegiatan berlangsung tanpa henti. Semua ini mengisi jangka hidup manusia. Semua kegiatan ini berhubungan erat dengan pikiran dan perasaan. Karena itu, hidup manusia ini hanya merupakan kumpulan kesan-kesan mental yang mendalam yang ditimbulkan oleh rangkaian pengalaman. Kesan-kesan mental yang mendalam ini menimbulkan pengaruh yang kuat pada karakter dan kepribadian.

Ada dua jenis kegiatan, baik dan buruk. Engkau harus mempertimbangkan akibat kedua jenis kegiatan ini dalam kehidupan manusia. Perbuatan anak kecil berangsur-angsur lenyap terlupakan seperti corat-coret di atas batu tulisnya. Bila berbagai perbuatan pada masa kecilmu sendiri sudah kau lupakan, bagaimana engkau berharap dapat mengingat kejadian-kejadian yang berlangsung dalam kelahiranmu yang telah lalu? Di samping itu, kelirulah bila engkau beranggapan bahwa hanya hal-hal yang kau ingat adalah hal yang sungguh-sungguh terjadi atau telah membentuk karaktermu. Akibat dari perbuatan dan kegiatan yang telah terlupakan, terpendam dalam kesibukan kejadian-kejadian yang selama itu terus berlangsung, meninggalkan jejaknya dalam pikiran dan perasaan manusia. Bekasnya tetap ada. Bila sebelum tidur engkau berusaha mengingat kembali kejadian-kejadian yang berlangsung hari itu, engkau tidak akan mengingat setiap hal yang remeh dan tidak berarti. Hanya beberapa kejadian penting yang berkesan bagimu akan dapat kau ingat.

Sabtu, 23 Maret 2013

Perbedaan watak Manusia dengan Iblis



Manusia penuh dengan kasih Ilahi dan hatinya adalah sumber belas kasihan. Bicaranya selalu benar. Tenteram dan damai adalah ciri khas perasaan manusia dan merupakan sifat bawaan dalam pemikirannya. Karena itu, engkau tidak perlu pergi ke mana-mana untuk mencari kedamaian hati. Emas dan perak tersembunyi di dalam tanah; mutiara dan batu koral terdapat di dalam lautan. Demikian pula kedamaian dan keriangan tersembunyi dalam kegiatan pikiran. Setiap orang yang ingin menemukan harta yang terpendam ini harus menyelam dan mengarahkan kegiatan mentalnya ke dalam batin. Kemudian ia akan dipenuhi dengan kasih Ilahi. Hanya mereka yang telah memenuhi diri mereka dengan kasih dan hidup dalam cahaya kasih dapat menyebut diri mereka manusia. Orang yang tidak memiliki kasih adalah raksasa, mereka lebih rendah dari manusia. Kasih, yang merupakan sifat suci manusia, adalah sifat yang tetap, tidak hilang timbul, selalu ada dan tidak berubah. Kasih adalah satu dan tidak terbagi. Mereka yang sarat dipenuhi kasih tidak dapat mendendam, menaruh dengki, egois, berlaku tidak adil, berbuat yang tidak benar, jahat, atau merusak. Tetapi pada mereka yang tidak memiliki kasih, sifat-sifat buruk tersebut melebihi semuanya. Raksasa menganggap rendah kasih dan mengagung-agungkan sifat-sifat yang rendah serta keji sebagai hal yang penting. Bagi manusia, sifat-sifat keji dapat disamakan sebagai ular yang harus dibinasakan. Hanya sifat pengasih sajalah yang harus mereka inginkan dan kembangkan. Kelakuan jahat dan kebiasaan jahat mengubah sifat-sifat manusiawi dalam diri seseorang. Hati yang penuh dengan madu kasih menunjukkan sifat kemanusiaan yang sejati dalam diri seseorang. Yang dimaksudkan dengan prema atau kasih adalah cinta yang tidak bercela, tidak mementingkan diri sendiri, tiada putusnya, dan tidak bernoda.

Kamis, 21 Maret 2013

Cara Menghargai Hidup



Yama, dewa kematian, ada di mana-mana seperti halnya penguasa dunia. Kematian hanya berhubungan dengan badan, hal itu tidak dapat mempengaruhi jiwa. Dan Tuhan yang berhubungan dengan jiwa itu, tidak akan mengizinkan badan hidup terus. Badan adalah alat yang penting bagi jiwa untuk memahami kenyataannya yang sejati. Meskipun demikian, siapa yang tahu bilakah badan itu akan menjadi sasaran dewa kematian yang mempunyai kuasa atas tubuh manusia? Siapa yang tahu bilakah badanmu akan terjerat dalam lilitan tali Yama? Kalian masing-masing yang dibebani dengan badan yang mudah binasa ini, perhatikanlah peringatan tersebut. Setiap saat engkau harus berhasrat untuk mencapai Tuhan, saat ini juga! Detik-detik yang telah berlalu tidak dapat dipanggil kembali. Biasanya orang suka menunda pekerjaan. Hal yang harus dilakukan hari ini, dikerjakannya besok dan hal yang seharusnya diselesaikan kemarin, baru dikerjakannya hari ini. Tetapi tugasmu untuk melakukan latihan spiritual tidak demikian halnya. Untuk sadhana tidak ada kemarin atau besok. Sekaranglah waktunya! Menit yang telah berlalu tidak dapat kau peroleh kembali, demikian pula menit yang akan datang bukanlah milikmu! Hanya orang yang telah menanamkan pengertian ini dalam hatinya akan dapat manunggal dengan Tuhan. Tetapi kebanyakan orang tidak memahami kebenaran ini. Mereka sibuk dengan berbagai kegiatan untuk sekarang dan kelak, berlandaskan pada anggapan bahwa badan itu penting, karena itu, mereka meletakkan landasan untuk ikatan duniawi. Akibatnya, mereka harus lahir kembali berulang-ulang dan terus menerus mendapat darshan Dewa Kematian! Tetapi mereka yang tekun melakukan latihan spiritual berhak mendapat darshan Tuhan. Mereka tidak menginginkan dan bahkan tidak memikirkan apa pun juga selain Tuhan. Sesungguhnya hanya mereka yang mempunyai hubungan tetap antara badan dan jiwanya dapat disebut manusia. Dan mereka yang telah menginsyafi prinsip ini tidak akan bimbang atau kendor sedikit pun dalam melakukan sadhana mereka.

Meskipun demikian, sekarang ini manusia puas melihat dan menikmati kesenangan dunia yang cepat berlalu. Hal ini dilakukannya tanpa henti. Malam hari dihabiskannya untuk tidur dan siangnya untuk makan minum. Demikianlah ia tumbuh dewasa hingga kemudian di masa tua, maut mengejarnya. Pada waktu itu ia tidak dapat menentukan akan pergi ke mana atau harus melakukan apa. Semua inderanya telah melemah; tidak seorang pun, bahkan tidak ada satu hal pun yang dapat menyelamatkannya. Maka hidupnya pun berakhir sebagai mangsa yang tidak berdaya dalam cengkeraman maut.

Betapa tragisnya bila kehidupan manusia yang tidak terhingga nilainya ini, sangat berharga bagaikan intan yang tidak ternilai, direndahkan dan tidak dihargai bagaikan uang logam yang usang. Tidak ada gunanya menyesal bila engkau telah membuang-buang waktu tanpa guna, tanpa bermeditasi kepada Tuhan atau melakukan sadhana untuk menyadari atma. Apakah gunanya merencanakan membuat sumur bila rumah telah terbakar? Kapankah sumur itu akan digali? Bilakah airnya timbul? Bilakah apinya akan dipadamkan? Semuanya mustahil! Bila sejak semula sumurnya telah dibuat, alangkah besar gunanya pada saat yang penting semacam itu! Mulai merenungkan Tuhan pada saat yang terakhir adalah seperti mulai menggali sumur ketika api sudah berkobar. Karena itu, bila mulai sekarang engkau menyiapkan diri dengan menggunakan sebagian waktumu untuk merenungkan Tuhan, hal itu akan berguna sekali pada saat ajal menjelang. Mulailah hari ini juga sadhana yang akan kau lakukan besok! Mulailah sekarang sadhana yang akan kau lakukan hari ini! Engkau tidak pernah tahu apa yang akan terjadi padamu sedetik lagi. Karena itu, mulailah melakukan sadhana yang sangat penting itu, jangan ditunda lagi. Daya tahan badan juga perlu untuk melakukan sadhana, karena itu peliharalah tubuhmu dengan baik, walaupun engkau harus ingat bahwa pemanjaan badan akan membawa akibat yang buruk. Seberapa jauh diperlukan, rawatlah badanmu dengan hati-hati.

Menggali Makna Spiritual Hari Raya Galungan



Ada yang menggelitik keinginan saya untuk menulis tentang pesan tersembunyi di balik setiap perayaan hari suci keagamaan yang berlangsung di Bali khususnya dan bhumi Nusantara Indonesia ini pada umumnya yakni sebuah kebanggaan mengimani keyakinan Sanathana Dharma dalam tataran agama yang disebut Hindu karena dalam pengamalan ajaran agamanya, Hindu sangat dekat dengan alam. Berbagai ritual keagamaan dilaksanakan untuk tetap menjaga keharmonisan dengan alam lingkungan, demikian juga dengan media persembahyangannya, hanya penganut agama timur yang menyertakan atau menggunakan hasil alam untuk mewujudkan rasa terima kasih dan puji syukur kepada Tuhan yang telah memberikan hidup serta kekayaan alam untuk menunjang kehidupan itu sendiri. Tumpek uduh dalam kaitannya dengan perayaan Hari raya Galungan adalah satu dari sekian banyaknya ritual hindu yang bisa dipakai cerminan bahwa ajaran agama ini sangat memperhatikan keharmonisan hidup antara manusia dengan alam lingkungannya sebagaimana tersurat dalam ajaran Tri Hita Karana. Namun begitu ternyata masih banyak sekali pesan atau makna di balik hari raya keagamaan ini yang belum tergali maknanya secara benar sehingga hanya dijadikan sebagai sebuah rangkaian upacara yang segera lewat begitu saja tanpa memberikan sebuah transformasi nyata dalam kehidupan sehari-hari sebagai umat yang beragama. Saya teringat kejadian beberapa puluh tahun yang lalu ketika saya masih duduk di bangku sekolah dasar, saat saya menanyakan makna dari perayaan sugian jawa dan sugian bali kepada guru sekolah saya waktu itu. Sebab dalam pemahaman saya yang masih sangat terbatas, kata Sugian yang berasal dari kata dasar Sugi lalu mendapat awalan me- menjadi Mesugi (bahasa bali) yang berarti membersihkan wajah dengan air agar dapat melihat dengan lebih jelas atau sadar, lebih saya maknai dalam kata dasarnya Sugih yang artinya kaya, sedangkan kata sugi dan sugih jika mendapat akhiran –an menjadi sugian atau sugihan, walaupun bunyinya hampir sama tetapi mengandung makna berbeda. Begitulah karena salah menafsirkan akhirnya berakibat salah dalam memahami. Oleh karena itulah akhirnya saya memberanikan diri bertanya tentang latar belakang istilah Sugian Jawa dan Bali ini dan apa makna sebenarnya, apakah kalo kata sugihan yang berarti lebih kaya, dikaitkan dengan nama tempat yakni Jawa atau Bali bisa diartikan sebagai bentuk penghormatan dan rasa syukur atas kelimpahan materi yang didapat orang-orang di pulau jawa dan Bali? Walaupun waktu itu saya masih kecil dengan wawasan yang sangat minim, pikiran saya belum bisa menerima pemahaman seperti itu yang sangat tidak masuk akal. Namun ketika sang Guru memberikan jawaban bahwa Sugian adalah ritual penghormatan kepada Leluhur/Kawitan. (Kawitan berasal dari urat kata “Wit” berarti asal). Artinya orang yang “Wit”nya berasal dari Jawa seperti dari Blambangan, Majapahit, dll. ya pasti akan merayakan Sugian Jawa, demikian halnya dengan Sugian Bali yang dirayakan oleh mereka yang “Wit”nya memang berasal dari Bali asli. Itulah sebabnya tidak semua orang merayakan sugian ini secara bersamaan. Sepintas jawaban demikian cukup untuk menjawab keragu-raguan saya waktu masih duduk di bangku sekolah dasar. Namun seiring berlalunya waktu, akhirnya saya dapati bahwa penafsiran seperti itu masih terlalu dangkal untuk bisa dipakai pemahaman umat guna mengetahui pesan yang terselip di dalam ritual itu. Oleh sebab itu, hari ini saya mencoba membagi hasil kajian saya dengan beberapa rekan muda hindu lainnya agar bisa dipakai sebagai gambaran dalam mempersiapkan diri menyongsong hari raya Galungan.

Selasa, 19 Maret 2013

Bercermin dari India



Manusia telah melatih diri dalam berbagai cabang seni, keahlian, dan ilmu pengetahuan? mereka telah merancang berbagai mesin yang tidak terhitung jenisnya? dan manusia juga telah mengumpulkan pengetahuan yang tak terhingga banyaknya? Meskipun demikian, manusia belum mendapat kedamaian hati yang sangat diperlukan untuk memperoleh kebahagiaan. Sebaliknya, dengan berlalunya waktu, pengetahuan ini menenggelamkan manusia ke dalam kesulitan yang makin lama makin besar, sedangkan kedamaian makin lama makin menjauh.

Sebabnya adalah: keahlian dan pengetahuan ini hanya mempunyai nilai yang sementara; mesin-mesin tersebut hanya menunjang kesenangan duniawi. Semua pengetahuan itu hanya berkenaan dengan hal-hal yang sementara dan fana. Pengetahuan ini tidak akan pernah dapat mengungkapkan rahasia terdalam alam semesta.

Minggu, 17 Maret 2013

Miracles




Berbagai kejadian alam yang terjadi dan dianggap sebagai sebuah keanehan yang tidak bisa dijelaskan melalui pengamatan ilmu pengetahuan material dan juga oleh logika berfikir manusia menyebabkan istilah “Miracle” atau keajaiban ini diperkenalkan. Sesungguhnya apa yang disebut dengan istilah ajaib hanyalah suatu bentuk atau kejadian yang tidak mampu dipahami oleh daya nalar manusia yang serba terbatas ini apalagi jika dibandingkan dengan kemaha kuasaan Tuhan yang tiada batasnya. Hal-hal yang bagi manusia merupakan sesuatu yang menakjubkan bisa jadi hanya merupakan secuil dari kemuliaan Tuhan yang maha besar. Namun begitu, betapapun kecilnya hal ini dalam ukuran beliau, rasa takjub manusia telah dibangkitkan karenanya. Sebuah keyakinan akan keberadaan dan kemaha kuasaan Tuhan seringkali pula bertumbuh melalui hal-hal seperti ini.

Dibeberapa tempat dan berbagai keyakinan agama yang ada, Tuhan telah menunjukkan sebuah kebenaran bahwasannya kemuliaan beliau hadir dimana-mana, kapanpun dan dimanapun beliau dipanggil dengan penuh keyakinan dan rasa rindu, Tuhan akan menanggapi setiap do’a yang dipersembahkan para bhakta-Nya. kadang-kadang untuk memberikan keyakinan sekaligus sebagai obat untuk menguatkan kepercayaan tentang beliau, Tuhan akan menunjukkan suatu hal yang kasat mata, ataupun hal lain yang masih bisa ditangkap dan dijangkau oleh alat penginderaan manusia yang serba terbatas ini. walaupun dalam kenyataannya untuk bisa mendapatkan gambaran nyata tentang kehebatan Tuhan, kita harus mendapatkan sebuah penglihatan kedewataan (Divya Caksuh) sebagaimana yang pernah diberikan Tuhan Sri Krishna kepada Arjuna ketika beliau menunjukkan wujud kosmis alam semesta ini dalam badan beliau sendiri.

Jumat, 15 Maret 2013

Bhagavan dalam aspek Paramaatma



Dalam Upanishad, ada cerita tentang seseorang yang sangat terpelajar; dia juga seorang guru, namanya Uddalaka. Ia mempunyai seorang putra bernama Swethaketu. Swethaketu melakukan beberapa usaha agar mendapatkan pendidikan di bawah bimbingan ayahnya sendiri, tapi ayahnya tidak menyetujui cara semacam itu. Alasannya yaitu, agak sulit untuk berpegang pada disiplin yang ketat antara seorang guru dan murid karena seorang anak dapat bergerak dengan bebas terhadap ayahnya. Anaknya akan selalu berpikir bahwa gurunya adalah ayahnya, dan konsep hubungan ayah dan anak itu akan selalu ada. Ini karena ada kasih sayang antara ayah dan anak. Di sini kita dapat memahami alasan untuk sebutan Kama Putra bagi seorang anak, seorang anak yang lahir karena kasih sayang. Di mana ada keterikatan, kasih sayang dan perasaan memiliki, akan ada kelemahan tidak mungkin memberikan pelajaran dengan sepenuhnya dan disiplin yang baik. Karena Uddalaka mengerti dan menyadari situasi bahwa pendidikan tidak akan lengkap dan benar jika ada hubungan keluarga dan keterikatan, dikirimnya Swetaketu kepada guru yang lain dengan hasrat agar putranya diajar dan diberi pendidikan yang layak.

Melihat situasi ini, Swetaketu yang masih muda dan belum berpengalaman , salah tanggap dan merasa mungkin ayahnya kurang pandai sehingga tidak mampu mengajarnya. Selama beberapa tahun, Swethaketu tinggal di rumah gurunya, menyelesaikan pelajarannya, kemudian pulang ke rumah orang tuanya dengan agak sombong karena pendidikannya yang tinggi. Mengetahui hal ini, sang ayah bertanya kepada putranya: "Apakah yang telah kamu pelajari? Bermacam-macam sistem apakah yang telah engkau ketahui? Apakah engkau telah belajar tentang Brahman? Apakah engkau sudah mempelajarinya, ia tidak perlu belajar apa-apa lagi dan telah mengetahui semuanya?" demikianlah pertanyaan ayahnya. Sementara ayahnya mengajukan pertanyaan ini, anaknya bertingkah dengan cara yang aneh dan lucu. Ia masih memperlihatkan sikap superior dan sombong, seolah-olah ia jauh lebih terdidik dan terpelajar dari ayahnya, dan ayahnya sama sekali tidak akan mengerti jika ia menceritakan apa yang telah dipelajarinya selama bertahun-tahun. Dengan mudah ayahnya dapat mengerti keadaan anaknya yang belum matang dan suka melagak. Di hadapan ayahnya anak ini berusaha memamerkan jawabannya bahwa Tuhan adalah seperti ini, Tuhan seperti itu dan seterusnya.

Uddalaka merasa anaknya tidak akan dapat menangkap apa pun bila ia menerangkan kebenaran tentang Brahman dengan kata-kata. Pikirnya, lebih baik mengajarnya dengan contoh. Maka diambilnya sebuah tempayan berisi air. Ia juga mengambil segenggam gula yang diperlihatkannya kepada putranya. Setelah gula itu diperlihatkan kepada putranya, dimasukkannya ke dalam air di dalam tempayan, dan diaduknya gula itu sehingga larut semuanya, kemudian dipandangnya putranya sambil berkata: "Aku telah mengambil gula dan gula itu telah engkau lihat sendiri. Gula itu telah kumasukkan ke dalam tempayan. Dapatkah engkau mengatakan di manakah gula yang ada dalam tempayan ini sekarang? Anak itu melihat ke dalam tempayan dan tentu saja tidak dapat menemukan sisa gula di dalamnya. Sang ayah mengambil beberapa tetes air dari dasar tempayan itu dan ditaruhnya di lidah anaknya, lalu bertanya: "Bagaimana rasanya? Engkau dapat mengambil setetes air dari bagian mana saja di tempayan ini dan merasakannya."  Anaknya setuju bahwa sekarang gula itu ada dalam setiap tetes air di tempayan dan bahwa dalam seluruh tempayan itu ada gulanya. Kemudian ayahnya menerangkan: "Tepat seperti yang kau lihat sekarang bahwa gula ini ada di mana-mana, demikian pula Brahman mengambil wujud Saguna atau Dia yang memiliki sifat-sifat ke Ilahian dan datang ke dunia ini dan ada dalam setiap makhluk, dalam setiap benda yang engkau lihat di sekitarmu di seluruh dunia. Tidak mungkin melihat-Nya dengan mata, tidak mungkin memegang-Nya dengan tangan, tetapi hanya mungkin mengenal-Nya dengan menghayati kehadiran-Nya dalam urusan duniawi. Engkau tidak lagi dapat melakukan apa pun juga dengan badan kasarmu selain daripada menghayati Brahman yang Maha Ada dan hadir di mana-mana." Hanya setelah mencapai pengalaman yang berharga ini maka engkau akan berada dalam posisi untuk berbicara tentang Adwaitha dan menerangkan sifat Tuhan, tentang Tuhan yang Maha Ada dan lain-lain. Hanya setelah memperoleh pengalaman tesebut, maka engkau akan berhak dan berwenang untuk berbicara tentang Tuhan yang Maha Ada. Jika tidak, dengan pengetahuan yang diperolehnya dari buku saja dan mengoceh seperti betet tentang Tuhan dan ke Mahaadaan-Nya seolah-olah engkau telah mengetahui semuanya, itu semua bukanlah kebenaran. Hanya setelah mengalami Tuhan yang Maha Esa, engkau dapat berbicara tentang Adwaitha atau Non-dualisme.

Rabu, 13 Maret 2013

Mencari Tuhan dalam jalan Bhakti



Bila engkau mencari keabadian melalui jalan kebhaktian kepada Tuhan, ada sifat-sifat tertentu yang harus kau usahakan, yaitu: engkau harus menjauhkan diri dari kerusuhan, kekejaman, dan kebohongan dunia ini dan mempraktekkan kebenaran, kebajikan, kasih, dan damai. Inilah jalan kebangkitan yang sesungguhnya. Bila engkau merindukan persatuan dengan Tuhan, bila engkau mencari kesejahteraan dunia, engkau harus membuang pujian dan celaan sebagai hal yang tidak berharga. Jangan terpengaruh oleh penghargaan atau ejekan, kemujuran atau kemalangan. Dengan tabah mantapkan keyakinanmu pada kenyataan dirimu (yang sejati) dan baktikanlah hidupmu untuk kemajuan spiritual. Tidak ada manusia, walau seorang guru agung atau avatar, dapat menghindari kecaman atau celaan. Tetapi mereka tidak terpengaruh. Mereka tetap berpegang pada kebenaran. Kebenaran tidak akan tunduk terhadap ancaman. Mereka yang mengecam dan mencela guru agung atau avatar hanya akan menyadari kebesaran tokoh-tokoh mulia itu setelah mereka menderita kesusahan yang tidak tertahankan. Kemudian mereka pun mulai memujinya.

(Apakah yang menyebabkan peminat kehidupan rohani kehilangan keyakinan pada kenyataan dirinya yang sejati?). Kelemahan yang disebabkan oleh kekaburan batinlah yang merupakan penyebabnya. Karena itu, engkau harus menghindari pergaulan dengan orang-orang yang tidak teguh imannya dan mereka yang berada dalam kebodohan kegelapan batin. Janganlah kau bicarakan kepercayaan dan keyakinanmu dengan mereka. Sebaliknya, sibuklah mempelajari kitab-kitab suci dan carilah pergaulan dengan orang-orang yang berbhakti kepada Tuhan. Kelak, bila engkau telah diperkaya dengan penghayatan Tuhan dan berani karena telah berhubungan dengan kenyataan yang sejati, engkau dapat bergaul dengan siapapun juga tanpa bahaya. Bahkan mungkin engkau dapat mengarahkan orang lain pada kebenaran yang telah kau hayati.
Ada tiga jenis peminat kehidupan rohani yang ingin berbuat baik dan menempuh jalan menuju kesadaran diri yang sejati:

1. mereka yang terlalu takut menghadapi penderitaan, kehilangan, dan kesulitan sehingga mereka bahkan tidak pernah memulai usaha spiritual mereka. Mereka adalah jenis yang paling rendah (adhama),
2. mereka yang sudah menempuh jalan spiritual dan maju sedikit, tetapi kemudian berhenti di tengah jalan karena murung, tidak dapat mengatasi rintangan dan kekecewaan. Mereka adalah jenis sedang (madhyama),
3.  mereka yang gigih menempuh jalan spiritual dengan tekun, tenang, dan tabah, tidak menjadi soal betapa sukarnya jalan itu dan betapa pun banyaknya penderitaan yang mereka tanggung. Tentu saja mereka adalah jenis yang tertinggi (uthama). Ketekunan, keyakinan, dan kegigihan adalah sifat khas abdi Tuhan yang sejati.

Jangan terpedaya oleh cinta dan kelekatan pada dunia yang menyesatkan ini. Jangan kau tukarkan usaha untuk meraih kebahagiaan yang sempurna dan kekal dengan daya tarik kesenangan yang fana. Laksanakanlah kewajiban spiritualmu dengan penuh pengabdian.
Tanpa keyakinan dan keuletan engkau tidak akan dapat mencapai Tuhan. Hanya melalui kasihlah engkau dapat memperoleh iman, hanya melalui iman engkau dapat memperoleh pengetahuan spiritual, hanya melalui pengetahuan spiritual engkau dapat berbhakti kepada Tuhan dengan sungguh-sungguh, dan hanya melalui bhakti yang mendalamlah engkau dapat mencapai Tuhan.
Jadi, bagaimanakah caranya mengembangkan kasih? Hal ini dapat dilakukan dengan dua cara sebagai berikut:

Senin, 11 Maret 2013

Rasa ego penyebab ketidak puasan



Manusia membentuk dan mengembangkan banyak sekali sifat dan sikap yang mementingkan diri sendiri. Akibatnya, ia selalu merasa tidak puas. Situasi ini timbul karena ia haus kekuasaan, tamak, ingin memperoleh wewenang, menguasai, dan mengontrol. Ia menginginkan harta benda yang tidak kekal dan tidak akan pernah membuatnya puas. Sesungguhnya kelobaan manusia untuk memperoleh semua hal ini tidak akan pernah terpuaskan. Kemahakuasaan hanya mungkin bagi Tuhan, penguasa segala sesuatu. Mungkin seseorang berbesar hati karena menguasai semua seni, memiliki segala kekayaan, menguasai semua pengetahuan, atau memahami kitab-kitab suci, tetapi, dari siapakah ia memperoleh semua hal itu? Pastilah dari sesuatu yang lebih besar dan agung. Mungkin ia mengatakan bahwa ia telah menguasai semua itu dengan usaha dan jerih payahnya sendiri. Tetapi jelas ada yang memberikan hal itu kepadanya, entah dengan cara bagaimana. Sumber segala wewenang dan kekuasaan ini yang tiada lain adalah Tuhan, penguasa segala sesuatu. Mungkin ada orang yang menyangkal kemahakuasaan Tuhan. Mungkin ia mengira bahwa kekuasaan kecil yang diraihnya adalah miliknya sendiri. Ini adalah egoisme, keangkuhan, kecongkakan.

Bila seseorang adalah alat yang sejati bagi kekuatan Tuhan, ia dapat dikenal dengan ciri-ciri ini: jujur, baik hati, penuh kasih, sabar, mampu menahan diri, dan mempunyai rasa terimakasih. Sifat-sifat ini membuat egoisme tidak dapat bertahan. Bila sifat semacam itu tumbuh subur, egoisme tidak dapat hidup, tiada tempat lagi baginya. Karena itu, berusahalah untuk mengembangkan keutamaan-keutamaan tersebut.
Kegemilangan cahaya atma dipudarkan oleh egoisme. Karena itu, bila egoisme dihancurkan, segala kesulitan akan berakhir, semua ketidakpuasan akan lenyap, dan kebahagiaan akan dapat diraih. Bagaikan matahari yang tertutup kabut, demikian pula kebahagiaan abadi tertutup oleh egoisme. Sekalipun mata kita terbuka, secarik kain atau kardus akan merupakan penghalang sehingga penglihatan kita tidak dapat berfungsi dengan baik. Demikian pula tabir egoisme merupakan penghalang sehingga manusia tidak dapat melihat Tuhan, yang sesungguhnya lebih dekat kepadanya dari pada apapun juga lainnya. Banyak peminat kehidupan rohani dan pertapa kehilangan semua manfaat dan keunggulan yang merupakan hasil perjuangan serta pengurbanan mereka selama bertahun-tahun karena mereka terikat pada rasa keakuan. Kesaktian tanpa kebahagiaan penghayatan Tuhan dapat dimisalkan sebagai dinding tanpa pondamen. Kesarjanaan belaka tidak akan ada gunanya. Kitab-kitab suci Weda, Upanishad, dan Sastra adalah buku petunjuk untuk penerapan dalam kehidupan sehari-hari; bila tidak dipraktekkan, tingkat kesarjanaan apapun yang telah diraih, pembicaraan yang hebat-hebat, semuanya hanyalah pemborosan besar-besaran.

Bila engkau berniat mempraktekkan ajaran kitab Weda, Upanishad, dan Sastra dalam kehidupanmu sehari-hari, engkau harus melenyapkan perasaan atau anggapan "aku sudah tahu". Engkau harus berusaha memahami hakikat ajaran kitab-kitab suci tersebut dan merenungkannya. Kemudian pastilah engkau dapat meraih kebahagiaan.
Ramalan cuaca di koran mungkin mengatakan bahwa akan ada hujan sepuluh sentimeter. Meskipun begitu, bila koran itu kau lipat sepuluh kali dan kau peras, tidak ada setetes air hujan pun yang akan kau dapat. Laporan cuaca itu tidak dimaksudkan untuk memberi hujan, tetapi hanya untuk memberi keterangan tentang hujan dan kelebatannya. Halaman koran itu tidak mengandung sepuluh sentimeter air hujan. Hujan terkandung dalam gumpalan awan-awan di langit. Demikian pula kitab-kitab suci hanya dapat memberi penjelasan tentang doktrin, aksioma, peraturan, dan kewajiban. Kitab-kitab ini sangat mulia karena memberikan berbagai petunjuk mengenai cara untuk memperoleh kedamaian dan kebebasan. Tetapi, mereka tidak mengandung inti sari kebahagiaan; engkau tidak akan dapat memperoleh suka cita rohani dengan memeras halaman-halaman buku tersebut. Engkau harus berusaha mencari jalan, petunjuk, arah, dan tujuan yang diuraikan dalam kitab-kitab tersebut, engkau harus menempuh jalan itu, mengikuti petunjuknya, dan mencapai tujuan itu. Meskipun begitu, bila ego menimbulkan rasa angkuh "aku mengetahui semuanya", kegagalan tidak akan dapat dihindarkan; khayalan ini menyebabkan kematian. Rahasia keselamatan terletak pada kesadaran akan bahaya ini; bila bahaya ini tidak dicegah, kelahiran kembali tidak dapat dielakkan.

Mengetahui semua hal ini, bila kau sibukkan dirimu dalam praktek kerohanian, dunia dan masalah-masalahnya tidak akan mempengaruhimu. Hanya bila engkau berada jauh dari kebenaran ini, engkau akan menderita, merasa sakit, dan sengsara. Di tempat yang jauh dari pasar, engkau hanya mendengar suara hingar bingar yang tidak jelas. Tetapi, ketika berjalan mendekat, engkau dapat mendengar dengan jelas suara tawar-menawar di antara penjual yang berbeda-beda. Demikian pula sebelum kenyataan Tuhan kau ketahui, engkau tertegun dan terpesona oleh hiruk-pikuk dunia. Tetapi, sekali engkau masuk ke dalam gelanggang usaha spiritual, segala sesuatu menjadi jelas dan kesadaran akan kenyataan yang sejati akan tumbuh dalam dirimu. Sebelum hal itu tercapai, engkau akan terperangkap dalam kegaduhan perdebatan, percekcokan, dan pameran kebesaran yang tidak berarti (Sathya Narayana)

Kamis, 07 Maret 2013

Kebenaran adalah Tuhan



Kebenaran adalah Tuhan, dan Tuhan adalah Kebenaran.
 
Untuk dapat mencapai tingkat pemahaman ini, kita memerlukan hidup yang bersusila sebagai landasan, yaitu hidup yang didasarkan pada pemilah-milahan antara hal-hal yang benar dan yang tidak benar, yang sementara dan yang kekal. Bila orang mengambil mutiara dari dalam tiram, biji mutiara itu disimpan sedangkan kulit kerangnya dibuang. Demikian pula kita harus menerima hakikat kebenaran dan menolak hal-hal yang tidak penting. Selain itu, diperlukan baik daya upaya manusiawi maupun rahmat Tuhan. Berusahalah agar selalu ingat bahwa badan dan diri yang sejati itu berbeda. Merenungkan hal ini merupakan latihan rohani yang sangat bermanfaat. Wiweka atau pemilah-milahan semacam ini diperlukan dalam semua aspek kehidupan, baik kehidupan duniawi maupun rohani. Hal ini sangat dibutuhkan untuk menyadari kebenaran, yakni kebenaran yang bertahan dalam penciptaan, kehidupan, dan pemusnahan, kebenaran yang merupakan Tuhan Sendiri.

Untuk mengabdi Tuhan Yang Mahatinggi, kita harus memulainya dengan mengikuti diet makanan yang murni. Mengenai makanan ini, penekanannya harus pada kwalitasnya, walau tentu saja kuantitas tidak dapat diabaikan pula. Mengapa makanan diperlukan? Karena kita memerlukan tenaga untuk melakukan pengabdian sosial. Agar pengabdian yang kita persembahkan pada Tuhan dapat menghasilkan buah, diperlukan makanan, dan makanan itu harus murni. kita harus berhati-hati agar hanya makan makanan yang murni.karena akan sangat berpengaruh pada kwalitas pikiran dan niat hati dalam melakukan pengabdian kepada Tuhan. sebab output bisa dinilai dari inputnya.
Demikian pula kita harus selalu memperhatikan kebiasaan dan perangai karakter kita. Kemudian keterikatan pada badan akan lenyap dan kebahagiaan Tuhan dapat diraih dengan mudah.

Manusia harus mempraktekkan berbagai kewajiban yang telah diuraikan dalam kitab-kitab suci agama sebelum ia dapat benar-benar mencapai kesadaran diri yang sejati. Hanya dengan menempuh hidup spiritual ini orang dapat menjadi murni, dan hanya sifat murni inilah yang memungkinkan manusia menyadari diri yang agung. Tanpa melakukan kewajiban-kewajiban spiritual ini, tidak ada gunanya menangis sedih karena kita belum mengenal Tuhan.

Bila orang belum menghayati kemurnian kehidupan spiritual, ia tidak akan dapat memahami dan menghargai nilainya. Mungkin engkau beranggapan bahwa orang hanya dapat melakukan usaha spiritual setelah memahami nilainya, tetapi ini sama saja dengan mengatakan bahwa orang hanya boleh menceburkan diri ke dalam air setelah ia belajar berenang. Orang hanya akan dapat belajar berenang bila ia mencebur ke dalam air dengan mengenakan pelampung. Demikian pula, kenakanlah pelampung pada pikiranmu dan masuklah ke dalam sadhana spiritual tanpa rasa takut. Kemudian kita akan memahami nilai usaha spiritual. Sifat dan keadaan jalan spiritual hanya diketahui oleh mereka yang telah menempuhnya. Mereka mengerti bahwa jalan kebenaran dan wiweka akan membawa sadhaka menuju Tuhan. Orang yang belum pernah menempuh jalan ini dan mereka yang bahkan tidak menyadari adanya jalan spiritual semacam itu, tidak akan dapat menjelaskannya bagi diri mereka sendiri atau bagi orang lain.

Hanya Tuhanlah yang nyata. Tuhan adalah kebenaran. Tuhan adalah kasih. Bermeditasilah kepada-Nya sebagai kebenaran, sebagai kasih. Tuhan dapat disadari dalam wujud apa pun yang kita renungkan. Bergaullah selalu dengan umat-Nya. Pergaulan yang baik dan suci ini akan menanamkan dan mengembangkan wiweka serta penyangkalan diri. Hal ini akan menguatkan semangat kita dan mendatangkan kedamaian batin. Pikiran serta perasaan akan manunggal dengan Tuhan.
Dalam segala hal yang kita lakukan, gunakanlah seluruh kekuatan serta bakat yang telah dianugerahkan kepada kita. Berbicara dan bertindaklah dengan jujur. Mungkin mula-mula kita gagal. Mungkin kita akan menghadapi kesulitan. Mungkin kita menderita. Tetapi akhirnya pastilah kita berhasil dan mencapai kejayaan serta kebahagiaan. Ada pepatah yang mengatakan, "Kebenaran selalu menang" (satyameva jayathi, nanritham). Pernyataan ini benar sekali. Dengan tingkah laku kita, dengan jalan hidup kita yang murni, kita dapat menyadari kesunyataan, dan dapat menyadari Tuhan