Rabu, 27 Februari 2013

Hakekat kehidupan Manusia



Bagi orang yang mengamati secara sepintas lalu, kehidupan manusia tampak sebagai lingkaran kegiatan makan, minum, kerja, dan tidur yang silih berganti dengan tiada putusnya. Tetapi sesungguhnya hidup ini mempunyai makna yang lebih luhur dan arti yang lebih dalam. Hidup adalah suatu pengurbanan, suatu yagna. Setiap kegiatan kecil adalah persembahan bagi Tuhan. Bila hari-harimu kau lewatkan dalam kegiatan yang dilakukan dengan semangat pengabdian seperti itu, maka hidup sebagai manusia sebenarnya telah tersia-siakan.

Manusia melakukan kesalahan yang besar karena menyamakan dirinya dengan badan. Ia mengumpulkan bermacam-macam benda untuk pemeliharaan dan kesenangan tubuhnya. Bila badannya menjadi lemah dan jompo karena pertambahan usia, ia berusaha mempertahankannya dengan berbagai cara. Tetapi, berapa lamakah kita dapat menunda kematian? Bila malaikat maut memanggil, setiap orang harus meninggalkan badan ini. Kedudukan, kebanggaan, dan kekuasaan semuanya lenyap di hadapan maut. Kita harus selalu menyadari hal ini. Dengan badan yang murni, pikiran yang murni, dan semangat yang murni, kita harus berusaha menyadari diri yang sejati. Baktikanlah dirimu untuk menolong semua makhluk hidup. Badan harus dipelihara sebagai alat untuk pengabdian ini. Tetapi ingat, engkau bukan badan ini; badan ini bukanlah engkau. Engkau adalah Itu (Tat Twam Asi). Inilah mahavakya, yaitu kebenaran spiritual yang tertinggi dan tersuci: engkau adalah diri abadi yang tidak dapat binasa. Demi diri yang sejati inilah engkau memiliki tubuh ini. Karena itu, dalam usaha untuk menyadari Tuhan dalam hidupmu di dunia sekarang ini, setiap saat engkau harus bersedia mempersembahkan badanmu sebagai kurban/pelayan. Gunakanlah wewenang atas badanmu ini untuk memajukan kesejahteraan dunia. Badan ini hanyalah alat, suatu perkakas pemberian Tuhan. Biarlah badan itu memenuhi tujuannya.

Tetapi, sebelum engkau menyadari tujuan pemberian perkakas badan ini, engkau berkewajiban menjaganya dengan waspada dan melindunginya agar tidak luka atau cacat. Pada musim dingin orang mengenakan wool untuk menahan kebengisan angin yang membekukan. Bila hawa dingin mereda, pakaian wool itu ditanggalkan. Demikian pula bila angin dingin kehidupan jasmani sedikit pun tidak mempengaruhi kita, maka badan jasmani ini tidak diperlukan lagi dan manusia hanya akan menyadari badan halusnya.
Bila hujan turun, bumi dan langit menjadi satu dalam curahan air yang lebat. Pemandangan ini sungguh indah dan menimbulkan inspirasi. Dengan adegan ini alam mengajarkan agar engkau menjadi satu dan selaras dengannya. Ada tiga pelajaran yang dapat dikaji, yaitu:
1.   semua ciptaan ini bersifat sementara,
2.   manusia mempunyai peran sebagai abdi Tuhan,
3.   Tuhan adalah pembimbing kita.
Dunia ini merupakan sarana untuk melakukan pemujaan, manusia adalah si pemuja, dan Tuhan adalah yang dipuja. Permainan yang disebut kehidupan diperankan dengan perlengkapan ini.

Manusia harus bersyukur bila Tuhan memberikan lebih banyak kesempatan untuk melayani-Nya, lebih banyak kesempatan untuk memuja-Nya dengan berbagai cara. Kita harus memohon kemungkinan-kemungkinan baru dan bergembira bila kesempatan tersebut kita peroleh. Sikap semacam ini akan menimbulkan kegembiraan yang tak terhingga. Melewatkan hidup yang dipenuhi dengan sukacita semacam ini sungguh merupakan kebahagiaan jiwa.
Apa pun yang kau lakukan dari matahari terbit hingga terbenam harus disucikan sebagai pemujaan bagi Tuhan. Sebagaimana orang berhati-hati agar hanya memetik bunga yang segar kemudian berusaha agar bunga itu tetap bersih dan tidak layu, demikian pula engkau harus berusaha dengan tiada putusnya agar setiap perbuatanmu murni dan tidak tercela.

Bila pandangan semacam ini selalu kau ingat dan kau terapkan dalam kehidupanmu sehari-hari, maka hidupmu akan menjadi suatu pengabdian yang tiada putusnya kepada Tuhan. Rasa "aku" dan "engkau" (yaitu perasaan individualitas pribadi) akan segera lenyap, segala jejak keakuan akan hilang. Kemudian hidupmu akan berubah menjadi pengabdian total kepada Tuhan. "Aku adalah abdi. Dunia ini adalah persembahan. Tuhan adalah pembimbing yang kupuja." Bila pikiran, perasaan, dan tindakan seseorang mencapai tahap ini, semua perbedaan antara milikku dan milikmu akan lenyap (pada orang itu tidak akan ada rasa kemilikan lagi)

Senin, 25 Februari 2013

Sadhana, Disiplin kehidupan



Sejak dahulu selalu ada guru-guru agung yang membimbing manusia untuk mencapai tingkat spiritual yang tertinggi dengan mewujudkan sepenuhnya kekuatan fisik, mental, serta kecerdasannya. Sekarang dan kelak pun akan selalu ada guru-guru agung semacam itu. Mereka mengungkapkan dan mengajarkan cara-cara pemusatan usaha serta pikiran yang diperlukan untuk mencapai tujuan spiritual. Pikiran manusia menyukai obyek-obyek dunia lahiriah dan senang mengamati serta mengkritik dunia luar tanpa tujuan. Jadi, bagaimana pikiran semacam itu dapat dilatih agar mantap dan terpusat?

Setiap orang harus bertanya pada dirinya sendiri, tokoh-tokoh yang suci bijaksana itu adalah manusia juga seperti kita. Mereka juga mempunyai tubuh manusia. Bila mereka dapat mencapai kesempurnaan, kita pun  juga dapat, bila kita ikuti jejak mereka. Faedah apa yang akan kita peroleh bila kita habiskan waktu untuk mencari cacat cela dan kelemahan orang lain? Karena itu, langkah pertama pada jalan spiritual adalah upaya untuk mencari cacat cela serta kelemahan itu sendiri. Berjuanglah untuk memperbaiki hal itu dan berusahalah menjadi sempurna.

Manusia bekerja keras tiada hentinya setiap hari dengan tujuan agar kelak ia dapat hidup senang di hari tua. Tetapi, setiap hari senja pun tiba. Bila hari itu dilewatkan dalam perbuatan-perbuatan yang baik, maka malam harinya kita diberkati dengan tidur nyenyak yang menguatkan dan menyegarkan badan. Tidur semacam itu sama seperti keadaan semadhi.
Manusia hanya mempunyai masa hidup yang singkat di dunia ini. Tetapi dengan menggunakan waktu secara saksama dan bijaksana, dalam masa hidupnya yang singkat ini, ia dapat mencapai kebahagiaan Ilahi. Dua saudara kandung mungkin tampak serupa, tumbuh dan dibesarkan dalam kondisi yang sama. Tetapi yang satu menjadi sebaik malaikat sedangkan lainnya tetap memiliki sifat-sifat binatang. Mengapa perkembangan mereka berbeda? sebabnya adalah kebiasaan mereka yang berlainan. Dari kebiasaan itu terbentuklah tingkah laku dan tingkah laku itu kemudian menetap menjadi karakter. Manusia dikuasai oleh karakternya

Rabu, 20 Februari 2013

Pemusatan pikiran



Ada banyak buku dan harganya pun tidak terlalu mahal. Weda, Sastra, serta Purana dapat diperoleh dan dibaca oleh setiap orang, Kita juga tidak kekurangan guru. Yayasan pendidikan bertebaran di mana-mana dan tampaknya menyebarkan pengetahuan. Fasilitas untuk melatih pikiran pun banyak dan mudah didapat. Meskipun demikian, kita tidak mendengar adanya kepuasan bahwa ada orang yang telah mengecap madu kebijaksanaan.
Bila Kulihat timbunan buku yang berserakan di mana-mana, Kurasa bahwa kebijaksanaan di dalamnya tidak berhasil menembusi ikatan kertasnya yang tebal dan mengungkapkan diri keluar. Sebagaimana halnya Tuhan tersembunyi oleh pegunungan hawa nafsu, kemarahan, iri hati, dan egoisme, demikian pula surya kebijaksanaan tidak dapat memancarkan terangnya, tersembunyi oleh timbunan kitab ini. Walau buku-buku tersebut telah disebarkan ke segala penjuru dunia, kita tidak dapat mengatakan bahwa kebudayaan manusia telah meningkat atau kebijaksanaan bertambah; manusia masih belum jauh dari monyet. Judul dan kulit buku yang menarik, gambar yang indah, inilah yang dicari pembaca, yaitu kesenangan yang sementara sifatnya dan kepuasan yang cepat berlalu. Hanya mereka yang dengan wiweka memilih buku-buku yang mereka baca dan menerapkan hal yang mereka pelajari dalam kehidupan sehari-hari akan dapat menyadari kebenaran dan menikmati kebahagiaan abadi. Hanya orang-orang semacam itulah menempuh hidup yang berguna.

Karena itu, mereka yang mencari jalan yang paling luhur dan suka merenungkan perihal Tuhan, harus berusaha agar hanya membaca buku yang membantu perenungan kepada Tuhan. Membaca segala macam buku yang kebetulan diperoleh tanpa tujuan hanya akan membuat engkau bingung. Hal itu tidak ada gunanya dan tidak menghasilkan kedamaian batin. Terutama usahakanlah pemusatan pikiran, ketekunan, dan keuletan dalam apa pun juga yang kau lakukan. Ingatlah bahwa kemampuan untuk melihat segala sesuatu secara seimbang adalah pandangan yang baik.

Singa adalah raja rimba, tetapi pada waktu berjalan di hutan, setiap beberapa langkah ia berpaling ke belakang takut kalau-kalau ada yang memburunya. Rasa takut membuat pandangan kita tak tetap. Kebengisan serta kekejian di dalam hati akan menyimpangkan dan mengacaukan pandangan.
Manusia harus mempunyai pandangan yang sama dan tidak berat sebelah terhadap segala sesuatu. Segala ciptaan harus tampak sama berharga dan sama baiknya dalam pandangannya. Ia harus mengasihi dan mempercayai dirinya sendiri, karena tidak ada apa pun juga yang jahat dalam ciptaan Tuhan, tidak, sedikit pun tidak. Orang menganggap suatu hal sebagai kejahatan hanya karena pandangan yang keliru. Dunia diwarnai oleh warna kaca mata yang kita kenakan. Pada dasarnya dunia itu sendiri murni dan suci selama-lamanya

Senin, 18 Februari 2013

Sifat-sifat mulia merupakan jalan bagi peminat kehidupan rohani.



(Saat ini kita hidup dalam zaman yang dikenal sebagai zaman Kali Yuga. Zaman ini ditandai oleh kerusuhan yang hebat serta kemerosotan moral). Meskipun demikian, bila dibandingkan dengan zaman-zaman sebelumnya, zaman Kali Yuga ini menyodorkan lebih banyak jalan spiritual untuk mencapai wiweka. Jika yang diperlukan adalah pendidikan, pada masa ini tersedia berbagai macam sekolah dan yayasan pendidikan untuk mempelajari apa pun juga. Jika kekayaan yang diinginkan, sekarang terdapat bermacam-macam jalan untuk memperolehnya secara terhormat. Meskipun demikian, kebahagiaan dan kedamaian tidak bertambah; sebaliknya, bila dibandingkan dengan zaman-zaman sebelumnya, masa ini bahkan terdapat lebih banyak penderitaan lahir batin.

Apakah penyebab semua ini? Sebabnya terletak pada tingkah laku manusia, cara hidup manusia masa kini...Kehidupan sebagai manusia adalah tahap yang tertinggi dalam evolusi dunia. Meskipun begitu, tanpa usaha spiritual yang murni dan suci, hidup ini tidak ada artinya. Karakter sangat penting dalam usaha spiritual semacam ini. Karakter membuat hidup kita abadi; karakter hidup terus mengatasi kematian. Ada yang mengatakan, "Pengetahuan adalah kekuatan." Ini tidak benar. Karakter adalah kekuatan. Bahkan karakter yang baik merupakan prasyarat untuk memperoleh pengetahuan. Karena itu, engkau harus sungguh-sungguh menginginkan dan berusaha membuat karaktermu tidak tercela, bebas dari segala noda kejahatan.

Budha, Yesus Kristus, Sankaracharya, dan Vivekananda, semuanya selalu dikenang dan dikagumi. Orang-orang suci dan bakta Tuhan yang agung ini dihormati hingga sekarang. Kualitas apakah yang membuat mereka dikenang sepanjang masa? Kukatakan, itu adalah karena karakter mereka.
Tanpa karakter yang baik, kekayaan, pendidikan, dan status sosial, semua tidak berguna. Karakter adalah keharuman bunga yang memberi nilai dan hakikat. Seorang penyair atau pelukis, seniman atau ilmuwan, mungkin terkemuka dalam bidangnya masing-masing. Meskipun demikian, tanpa karakter ia tidak akan dihargai sebagai tokoh yang besar.

Mungkin engkau bertanya, apakah semua orang yang kini dianggap besar dan dihormati masyarakat benar-benar mempunyai watak yang luhur? Tetapi sekarang Aku berbicara tentang suatu masyarakat dan jenis karakter yang mengikuti nilai-nilai yang tidak berubah dan ini berlaku sepanjang waktu di segala tempat. Biasanya sifat-sifat yang dikagumi dunia berubah dari hari ke hari. Ragam watak berubah-ubah seiring dengan tingkah masyarakat. Tetapi watak yang tidak tercela mempunyai sifat utama yang abadi, tidak terpengaruh oleh perubahan masyarakat. Dalam pengertian itu, karakter yang baik bersifat langgeng karena berhubungan dengan sesuatu yang abadi, yaitu atma atau "diri yang sejati".

Sifat utama dalam karakter yang ideal adalah: kasih, kesabaran, kemampuan untuk menahan diri, ketabahan, kesetiaan, dan kedermawanan. Inilah sifat-sifat paling luhur yang harus kita jungjung tinggi.
Ratusan hal-hal kecil yang kita lakukan setiap hari akhirnya menetap menjadi kebiasaan; kebiasaan ini memberi bentuk pada kecerdasan dan mempengaruhi pandangan serta cara hidup kita. Semua hal yang kita jalin dalam rekaan angan-angan, semua yang kita cari dalam idaman dan kita rindukan dalam cita-cita, meninggalkan jejak yang tidak terhapus dalam pikiran serta perasaan. Hal ini menyimpangkan dan memutarbalikkan pengertian serta gambaran yang kita bentuk mengenai dunia di sekeliling kita, dan kita lalu terikat pada pengertian serta gambaran ini.

Keadaan seseorang sekarang diakibatkan oleh masa lalunya dan oleh kebiasaan-kebiasaan yang selama itu terbentuk. Apa pun juga sifat karakter seseorang, hal itu pasti dapat diubah dengan mengubah proses berpikir dan berangan-angan yang selama ini merupakan kebiasaannya.
Tidak ada orang jahat yang tidak dapat diperbaiki. Angulimala, bandit pembunuh, berubah menjadi orang yang baik budi karena pengaruh Buddha. Rathnakara, seorang pencuri, menjadi Resi Walmiki yang bijak waskita. Kebiasaan dapat diubah dan karakter dapat diperhalus dengan usaha yang sungguh-sungguh. Di dalam diri manusia selalu ada kemampuan untuk menentang kecenderungan-kecenderungan yang buruk dan mengubah kebiasaan yang tidak baik. Dengan melakukan pengabdian tanpa pamrih, dengan penyangkalan diri, dengan bhakti, doa, dan renungan, kita dapat membuang kebiasaan-kebiasaan lama yang mengikat manusia pada dunia. Kita dapat membentuk kebiasaan baru yang membawa kita sepanjang jalan Ilahi.

Tujuan semua kepustakaan spiritual: puisi, epik, buku, dan majalah adalah untuk membahas sifat karakter, mengungkapkan ciri-ciri serta keistimewaannya dan memberi penjelasan tentang proses perbaikannya. Inilah tujuan Sanathana Sarathi; majalah ini tidak dimaksudkan untuk memamerkan kesarjanaan atau mencari nama dan kemasyhuran.

Meskipun demikian, camkanlah, bahwa sekedar membaca buku atau majalah spiritual saja tidak akan memberimu wiweka. Kebenaran yang kau baca atau kau dengar harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa praktek, membaca buku hanyalah membuang-buang waktu. Bila kita membaca sesuatu hanya untuk melewatkan waktu, maka hal yang kita baca akan lewat bersama waktu dan kita tidak akan mendapat manfaat apa pun