Kamis, 30 Mei 2013

*MiraBai, Mirabai, Meerabai atau Meera adalah orang yang sama.



Meera dan Krishna

Mira Bai (1498 -1577)   

Bakta Agung Shri Krishna – Tokoh Terkemuka Prema Bhakti         Putri Meera bai menyatu dengan Krishna di Brindavan   
(Di susun dan dirangkum dari berbagai sumber oleh: Purnawarman. BP.)  

Ramakrishna Paramahansa, guru Swami Vivekanda mengatakan, “dunia ini bagaikan Rumah Sakit Jiwa(gila), ada yang gila harta, ada yang gila uang, ada yang gila perempuan, ada yang gila hal-hal duniawi lainnya. Tapi satu-satunya kegilaan yang tidak menimbulkan resiko sedikitpun adalah GILA TUHAN. Menyanyilah dengan penuh kegilaan pada Tuhan, maka engkau bahagia selamanya.
Mira dianggap sebagai inkarnasi dari Radha. Dia lahir di tahun Samvat 1557 atau tahun 1499 Masehi di Desa Kurkhi, dekat Merta, sebuah negara bagian yang kecil di Marwar, Rajasthan, India Utara. Mira adalah putri Ratan Singh Ranthor dan cucu dari Dudaji dari Merta. Keluarga Ranthor dari Merta adalah bakta agung Tuhan Wisnu. Mira Bai dibesarkan di tengah-tengah pengaruh ajaran Waisnawa yang mana hidupnya terbentuk di jalan bakti Kesadaran Krishna. Dia belajar menyembah Sri Krishna dari masa kecilnya. Ketika dia berumur empat tahun, ia memperlihatkan kecenderungan spiritual yang tinggi dan baktinya kepada Krishna semakin kuat dan dalam. Sekali peristiwa ada iring-iringan prosesi pernikahan di depan rumahnya. Pengantin laki-laki tersebut berpakaian indah sekali. Mira, yang masih anak-anak, melihat pengantin laki-laki itu dan berkata kepada ibunya dengan polos, "Ya ibu, siapa calon pengantin laki-laki saya?." Ibu Mira tersenyum, dan sambil setengah bercanda dan setengah sungguh-sungguh, ibu Mira menunjuk ke arah patung dan gambar Sri Krishna dan berkata, "Sayangku Mira, Lord Krishna-Pemuda tampan ini adalah pengantin priamu."  

Mira yang masih kecil, lugu dan polos mulai mencintai pujaan hatinya Shri Krishna dengan mendalam. Mira menghabiskan sebagian besar waktunya dengan memandikan dan mengenakan pakaian pada arca Krishna dan menghias gambar-gambar Shri Krishna dengan bunga. Dia tidak hanya memuja dan menyembah arca dan gambar Shri Krishna tetapi tidur dengannya. Dia menari-nari di hadapan arca dan gambar itu dalam ekstasi kebahagiaan yang luar biasa. Dia menyanyikan lagu-lagu indah di depan arca dan gambar Shri Krishna. Bahkan Mira bercakap-cakap dengan arca pujaan hatinya, Shri Krishna. Ia percaya bahwa suatu hari Giridhara Gopala (Shri Krishna) akan datang menikahinya. Tahun demi tahun berlalu ia baktinya semakin meningkat dan ia yakin sekali kelak Krishna akan menjadi suaminya.



Ayah Mira merencanakan pernikahannya dengan Rana Kumbha dari Chitore, di Mewar. Mirabai sebenarnya tidak pernah berpikir akan menikah dengan manusia, karena hatinya telah terikat dengan pikiran yang terpusat kepada Krishna, kekasih hatinya. Tapi begitupun setelah pernikahan Mira menjadi istri yang sangat berbakti kepada suaminya. Dia mematuhi perintah suaminya dengan sepenuh hati. Setiap hari, setelah tugas rumah tangganya selesai, dia akan pergi ke Kuil Tuhan Krishna, memuja, menyembah, bernyanyi dan menari di depan arca Krishna, Tuhan yang sangat ia cintai. Mendengar nyanyian dan tarian Mira yang khusyuk dan penuh bakti, Patung Krishna menjadi hidup, bergerak dan merangkul memeluk Mira, bermain suling dan berbicara dengannya. Ibu mertua Mira dan wanita lain yang ada di rumah itu tidak suka dengan apa yang Mira lakukan, apalagi mereka manusia duniawi dan penuh kecemburuan dan iri hati. Mereka semua membenci Mira. Ibu mertua Mira memaksanya untuk menyembah Durga dan sering menegurnya dengan keras. Tapi Mira bersikeras pada pendiriannya. Dia berkata, "Saya sudah menyerahkan hidup saya untuk kekasihku Krishna." Adik ipar Mira, Udabai merencanakan konspirasi jahat dan mulai memfitnah Mira yang tidak bersalah. Dia memberitahu Rana Kumbha bahwa Mira berselingkuh dengan orang lain, dan ia melihat dengan mata kepalanya sendiri saat Mira di kuil dengan kekasihnya, dan dia bersedia menunjukkan kepadanya orang itu jika Rana mau menemaninya memergoki Mira bersama kekasih gelapnya pada suatu malam. Dia lebih lanjut menambahkan bahwa Mira, berdasarkan perilakunya, telah membawa sebuah penghinaan besar pada reputasi keluarga Rana Chitore. Rana Kumbha sangat marah mendengar hal ini. Dia langsung berlari dengan pedang di tangan menuju kamar pribadi Mira. Untungnya, Mira tidak di kamarnya.        

Selasa, 21 Mei 2013

4 jenis kebebasan/Mukti



Bila engkau terus menerus memuja Tuhan dengan kesadaran yang terpusat dan perasaan yang murni, bebas dari segala pikiran lain yang tidak ada hubungannya, pemujaan itu menjadi bhava samadhi (Suatu tingkat supra sadar). Dalam tingkat kesadaran ini Tuhan menampakkan diri di mata batin bakta tersebut, dalam wujud yang telah dipilihnya untuk pemujaan. Penampakan ini bukanlah sekedar imaginasi, melainkan darshan Tuhan yang sesungguhnya. Bila bakta itu dapat selalu merasakan kehadiran Tuhan di mana pun juga ia berada, maka ia telah mencapai tingkat berikutnya yang disebut salokyamukthi. (Bila ia maju terus dalam kehidupan spiritualnya), selain selalu berada dalam kehadiran Tuhan, ia juga akan melihat segala sesuatu sebagai perwujudan kemuliaan Tuhan. Penghayatan ini disebut samipiyamukthi. Hidup dalam kehadiran Tuhan yang tiada putusnya, selalu menyaksikan kemuliaan Tuhan, bakta itu diliputi dengan kesadaran Tuhan. Ini disebut sarupyamukthi. Inilah hasil akhir jalan kebhaktian. Meskipun demikian, pada tingkat ini pun masih ada jejak rasa perbedaan antara Tuhan dan bakta. Maka keadaan ini tidak dapat dianggap sebagai tingkat yang tertinggi dalam arti penghayatan Tuhan yang tanpa wujud dan Mahabesar. Walaupun bakta mempunyai wujud yang sama dengan Tuhan, kita tidak dapat beranggapan bahwa ia mempunyai kekuasaan Tuhan untuk mencipta, memelihara, dan membinasakan. Hanya bila semua perbedaan lenyap dan kemanunggalan tercapai, bakta mencapai tingkat yang tertinggi. Inilah yang disebut sayujya. Tingkat ini hanya dapat dicapai dengan rahmat Tuhan yang diperoleh karena hakikat usaha spiritual yang dilakukan individu, hal ini tidak dapat dikatakan sebagai hasil usaha tersebut. Sang bakta merindukan kemanunggalan ini. Ia ingin mengabdi Tuhan, menyenangkan Tuhan, dan mengalami kegembiraan wujud Tuhan. Dalam kemurahan-Nya Tuhan tidak hanya menganugerahinya dengan kebahagiaan setiap tingkat pengabdian, kedekatan dengan Tuhan, penghayatan kemuliaan-Nya, rasa kesamaan dengan Tuhan yang merupakan hasil akhir kebhaktiannya, tetapi juga dengan kesadaran Tuhan (brahmajnana). Bahkan bila bakta tidak menginginkan tingkat yang tertinggi ini, Tuhan menganugerahkan hal tersebut kepadanya. Sadhaka yang mencapai kemanunggalan dengan Tuhan secara ini juga disebut sebagai ekanthamukthi, artinya yang unik di antara mereka yang telah mencapai kebebasan.

Rabu, 08 Mei 2013

Tahapan hidup Vanaprasta



Menurut tradisi kebudayaan India, dalam kehidupan manusia ada waktunya untuk bekerja di dunia dan membina rumah tangga. Pada masa ini ia mengalami semua kebahagiaan dan suka duka yang merupakan bagian dari tingkat kehidupan ini. Setelah mempelajari makna emosi-emosi ini, pada usia empat puluh lima atau lima puluh tahun, ia siap untuk hidup menyepi di hutan. Ia rela meninggalkan rumah yang telah dibangunnya dan kampung halamannya. Bila istrinya masih hidup, ia harus meminta persetujuannya. Kemudian wanita tersebut mempunyai dua pilihan. Ia tetap tinggal dalam perlindungan putra atau orang tuanya, atau ia dapat ikut menyertai suaminya. Bila mereka pergi menyepi bersama, sejak saat itu mereka harus hidup berjarak, hubungan mereka bukan sebagai suami istri lagi, tetapi sebagai abang dan adik. Bahkan makanan mereka pun harus diubah sama sekali. Mereka hanya boleh makan buah serta akar-akaran dan minum susu. Makanan mereka tidak boleh dimasak hingga matang sepenuhnya, tetapi hanya sepertiga matang. Makan nasi hanya diperbolehkan sedikit saja. Bila mereka tidak dapat mengusahakan diet semacam ini di hutan, sang suami dapat mengunjungi desa yang terdekat dan mengemis makanan. Tetapi ia harus membawa pulang makanan tersebut dan memakannya di tempat tinggalnya sendiri. Ia harus membagi makanan itu dengan mereka yang tergantung kepadanya, karena mereka tidak dapat menyiapkan hidangan yang mereka sukai atau memperolehnya. Bila mereka tidak menyukai makanan itu, mereka harus puas dengan buah-buahan dan susu saja, karena ia tidak boleh mengubah kebiasaannya sehari-hari untuk menyenangkan orang lain. Betapa pun sulitnya hal ini, disiplin ini tidak boleh diubah atau dihentikan. Ini harus diperhatikan. Ia tidak perlu melakukan ritual pemujaan, beramal, atau melakukan kewajiban-kewajiban semacam itu. Seandainya ia memberikan makanan atau pakaian pada orang lain, hal ini tidak dapat dianggap sebagai amal. Ia mempunyai cinta murni yang sama besarnya pada semua makhluk. Sekali setahun, pada bulan Aswina, ia harus membuang pakaiannya yang lama dan mengenakan sandang yang baru. Tetapi praktek kerohanian yang berhubungan dengan bentuk bulan (chandrayanavratha) merupakan hal yang paling penting bagi mereka yang berada pada tahap vanaprastha ini. Sejak tanggal satu hingga tanggal lima belas hari berikutnya, setiap hari ia makan sesuap lebih banyak daripada hari sebelumnya. Pada bulan baru dan bulan purnama, ia hanya boleh makan bubur nasi. Pada musim hujan ia harus melakukan tapa, berdiri dalam hujan. Pada musim dingin ia harus mengenakan pakaian basah pada waktu melakukan tapa. Ia harus melakukan olah tapa seperti ini secara sistimatis dan mandi tiga kali sehari. Ia harus mempelajari kitab-kitab Upanishad hingga dapat memahami dan menghayati maknanya. Bila jatuh sakit, ia harus menghentikan makannya sama sekali dan hidup hanya dari udara dan air. Kemudian ia harus berjalan terus ke arah Timur Laut hingga ajal menjelang. Sebaliknya, jika ia tidak menderita penyakit apa pun juga dan bila ia sehat walafiat, ia akan mengalami secara spontan timbulnya pengetahuan yang sejati. Dengan pengetahuan ini ia akan mencapai kebebasan. Ada orang-orang yang menyangsikan, bagaimana disiplin ini dapat menimbulkan penerangan batin. Bukankah latihan ini hanya merupakan pembatasan-pembatasan jasmani, demikian tanya mereka. Pengetahuan yang sejati hanya dapat dicapai dengan menyadari prinsip Ilahi. Bagaimana sesuatu dapat disebut pengetahuan bila tidak mengandung prinsip yang menjamin kesadaran diri yang sejati, demikian kilah mereka. Tetapi pandangan ini dilandaskan pada salah pengertian. Olah tapa jasmani ini menghancurkan hawa nafsu, keinginan, atau kecenderungan pikiran serta perasaan dan membina kemampuan konsentrasi. Selangkah demi selangkah, pernyataan-pernyataan Upanishad yang direnungkannya membantu memelihara dan menguatkan pemusatan perhatiannya. Pemahaman pernyataan-pernyataan kitab suci ini saja sudah cukup untuk menimbulkan pengetahuan kebijaksanaan. Bukankah Upanishad merupakan hakikat pengetahuan kesunyataan? Dengan perwujudan kebijaksanaan ini sebagai kawan dan menyadarinya dalam penghayatanmu sendiri. apakah gunanya mencari-cari pengetahuan di tempat lain? Untuk membina pengetahuan kesunyataan secara kokoh di dalam hati, diperlukan pemusatan perhatian, dan hal ini dapat diperoleh secara mudah dengan disiplin jasmani serta tapa yang telah diuraikan di atas. Pengendalian lahir membantu pengendalian batin. Sebenarnya pengendalian lahir lebih sulit dicapai. Bila engkau memutar kemudi ke suatu arah, roda mobil akan bergerak ke arah yang sama. Roda itu tidak akan bergerak ke kiri bila kemudinya kau putar ke kanan. Roda mawas diri dikendalikan oleh kemudi disiplin lahiriah.

Minggu, 05 Mei 2013

Type Bhakti



Bakta yang mengikuti salah satu dari sembilan jalan menuju kesadaran Tuhan, dapat digolongkan dalam dua kelompok; (1) Pengikut jalan yang sulit, dan (2) Pengikut jalan yang aman serta mudah. Ini kadang-kadang disebut sebagai (1) Bhakti dan (2) Pasrah diri. Bhakti dapat disamakan dengan kelakuan bayi kera, pasrah diri, sama dengan kelakuan bayi kucing.
Walaupun kedua golongan ini pada dasarnya sama, pelaksanaannya berbeda. Pada keduanya, bhakti harus mengalir terus menerus dengan tiada hentinya, seperti aliran minyak dari suatu wadah ke wadah lainnya. Tidak ada apa pun yang dapat diperoleh di dunia ini tanpa cinta yang mendalam kepada Tuhan. hanya cinta semacam itulah menimbulkan keterikatan pada Tuhan dan hal itu membangkitkan keinginan Tuhan untuk menjaga serta melindungi.

Apakah seseorang memilih jalan bhakti, atau jalan pasrah diri, keduanya sama-sama memiliki cinta kepada Tuhan, tetapi pernyataan cinta itu berbeda. Bayi monyet harus mengandalkan kekuatannya sendiri untuk menjaga dirinya. Ke mana pun induk monyet melompat, ia harus berpegang erat-erat pada perut induknya dan tidak melepaskan pegangan walau seseorang mungkin berusaha menariknya. Demikian pula bakta harus bertahan menghadapi cobaan-cobaan yang diberikan oleh Tuhan. Sepanjang waktu dan dalam keadaan apa pun juga ia harus berpegang terus pada nama Tuhan, tanpa lelah, tanpa rasa tidak suka atau jengkel sedikit pun juga. Walaupun ia harus menanggung ejekan dan kecaman dunia, ia bertahan terus, mengatasi rasa malu dan kekalahan. Contoh hubungan semacam ini dengan Tuhan adalah Prahalada, bakta yang utama.

Jalan kepasrahan berbeda caranya. Di sini bakta dapat dimisalkan sebagai anak kucing. Ia melihat setiap orang dengan pandangan yang sama, tanpa membedakan kasta, kepercayaan, suku bangsa, dan sebagainya; dengan rendah hati ia mempersembahkan semuanya kepada Tuhan. Seperti anak kucing yang hanya tinggal di satu tempat, mengeong dan meletakkan seluruh beban pada induknya, demikian pula bakta percaya penuh kepada Tuhan. Induk kucing memegang anaknya di mulutnya dan memindahkannya ke tempat yang lebih tinggi atau membawanya dengan selamat melalui berbagai lintasan yang sempit. Demikian pula bakta meletakkan seluruh bebannya pada Tuhan dan pasrah sepenuhnya pada kehendak-Nya. Lakshmana adalah contoh yang menempuh jalan ini.

Jalan kepasrahan lebih unggul dari pada bhakti. Ciri khasnya adalah kepasrahan total dalam segala hal. Untuk mengabdi Sri Rama, Lakshmana meninggalkan semua halangan yang merintangi jalannya: kekayaan, istri, ibu, rumah dan bahkan makan serta tidur. Dan ini bukannya untuk sehari, sebulan, atau setahun, tetapi selama empat belas tahun penuh. Ia merasa bahwa Rama adalah segala-galanya baginya, kebahagiaannya dan kegembiraannya. Lakshmana mengerti bahwa Rama akan memberinya segala sesuatu yang diperlukannya. Tujuan hidupnya hanyalah untuk mengikuti serta mengabdi Rama dan menyerahkan kehendaknya pada Rama. karena itu, bila engkau memberikan seluruh bebanmu pada Tuhan, mengikuti-Nya tanpa henti dan tidak pernah melupakan-Nya, pastilah Tuhan akan memberikan segala sesuatu yang kau perlukan. Inilah sifat jalan kepasrahan.