Senin, 31 Agustus 2015

MENGENAL TANAH SUCI HINDU 'DHARMA KSTERE ATAU KURUKSTRE"



Tanah suci Kuruksetra terletak di negara bagian Haryana, India Utara, sekitar tiga jam perjalanan dengan mobil ke utara dari New Delhi. Tempat suci ini adalah lokasi perang Mahabharata yang terjadi 50 abad silam. Peneliti NASA menemukan tingkat radiasi nuklir yang sangat tinggi di beberapa titik di daerah Kuruksetra, yang disinyalir berasal dari radiasi ledakan senjata-senjata pada saat perang Mahabharata, bahkan sejak jaman Ramayana, 2 juta tahun silam. 

Menurut kitab suci Veda Varaha Purana dan Padma Purana, Tanah Suci Kuruksetra sering dikunjungi para dewa dari planet-planet surga karena kesucian tempat ini begitu besar. Salah satu tempat bersejarah di wilayah ini adalah Jyotisara, yang adalah titik persis dimana Sri Krishna menyabdakan kitab suci Bhagavad Gita kepada Arjuna. Pohon asvattha (beringin) besar meneduhi tempat itu telah ada sejak jaman Mahabharata dan menjadi saksi bisu diwahyukannya Kitab Suci Bhagavad Gita.
Di bagian lain wilayah Kuruksetra terdapat Danau Brahma-sarovara yang berangin kencang. Danau ini menjadi tempat permandian suci bagi para perwira perang Mahabharata setelah usai perang. Di lokasi lain, terdapat Bhisma Putra Gangga terbaring. Disampingnya memancarkan mata air yang berasal dari panah yang ditembakkan oleh Arjuna. Di tepi Brahma-Sarovara, sebuah sumur tua menjadi saksi bisu Draupadi yang mencuci rambutnya dengan darah penjahat keji Dussasana. Sumur itu telah anjlok sedalam lima meter selama 50 abad dan kini telah direnovasi.        
Ada kabar menarik dari arkeolog India. Ditemukan sejumlah bukti yang menunjukkan di India diduga pernah terjadi 2 perang besar yang menggunakan senjata pemusnah massal.
Penelitian dilakukan oleh oleh Michael Cremo tahun 2003, arkeolog senior dari AS. Selama 8 tahun, penganut agama Hindu ini meneliti narasumber dari kitab suci Weda dan Jain, yang ditulis pendeta Walmiki, ribuan tahun lalu. Cremo tertarik menginvestigasi dan mendalami dua kitab suci tersebut.
Ia menemukan nama-nama yang tertera di kitab tersebut ada di India. Ditemani tim dan rekannya, Dr.Rao C.S, arkeolog terkemuka India, ia meneliti dengan perangkat canggih “penjejak waktu” ( thermoluminenscence dating method ) untuk setiap obyek.
Dengan karbon radio isotop, keakuratan umur objek mampu dijejak hingga miliaran tahun ke belakang. Kitab Weda ternyata bisa menjadi nara sumber akurat, mengungkap kisah-kisah sebenarnya beribu tahun lalu. Tak semata kitab suci. 
Mereka mencoba mengupas isi kisah Mahabarata, dari awal kejadian hingga perang Bharatayudha, ditandai berakhirnya perjalanan keluarga Bharata. Mereka yang berperang, berasal dari keturunan Pandu dan Destrarata, 2 bersaudara.        
Michael Cremo mengadakan penelitian di daratan, diantaranya: Indraprasta, Hastinapura, dan padang Khurusethra, bekas perang itu terjadi. Seperti diketahui, Indraprasta merupakan tempat bermukim keluarga Pandawa di awal perjuangan merebut Hastina. Khurusethra adalah bekas pertempuran dahsyat keluarga Bharata.
Para ahli menemukan banyak bukti yang mengejutkan. Tanah tegalan luas itu ternyata tak ditumbuhi tanaman apa pun, karena tercemar radio aktif. Pada puing-puing bangunan atau sisa-sisa tengkorak manusia yang ditemukan di Mohenjo Daro tercemar residu radio aktif yang cukup pekat.
Menurut Dr.Indrajit, ahli termonuklir, hal ini terjadi diduga akibat radiasi ledakan termonuklir skala besar dalam peperangan tersebut.  
Dalam Kitab Mahabharata dilukiskan seperti berikut ini: bahwa Arjuna yang gagah berani, duduk dalam Weimana (sarana terbang yang mirip pesawat terbang) dan mendarat di tengah air, lalu meluncurkan Gendewa, semacam senjata yang mirip rudal, roket yang dapat menimbulkan sekaligus melepaskan nyala api yang gencar di atas wilayah musuh, seperti hujan lebat yang kencang, mengepungi musuh, kekuatannya sangat dahsyat. Dalam sekejap, sebuah bayangan yang tebal dengan cepat terbentuk di atas wilayah Pandawa, angkasa menjadi gelap gulita, semua kompas yang ada dalam kegelapan menjadi tidak berfungsi, kemudian badai angin yang dahsyat mulai bertiup, wuuus.... wuuus...., disertai dengan debu pasir, burung-burung bercicit panik... seolah-olah langit runtuh, bumi merekah. Matahari seolah-olah bergoyang di angkasa, panas membara yang mengerikan yang dilepaskan senjata ini, membuat bumi bergoncang, gunung bergoyang, di kawasan darat yang luas, binatang-binatang mati terbakar dan berubah bentuk, air sungai kering kerontang, ikan udang dan lainnya semuanya mati. Saat roket meledak, suaranya bagaikan halilintar, membuat prajurit musuh terbakar bagaikan batang pohon yang terbakar hangus.    

DANAU BRAHMA SAROVARA - TEMPAT PERMANDIAN PRAJURIT SETELAH BERPERANG
 
Spekulasi perang Mahabharata sebagai perang nuklir diperkuat dengan adanya penemuan arkeologis. Para arkeolog menemukan banyak puing-puing yang telah menjadi batu hangus di atas hulu sungai Gangga yang terjadi pada perang seperti yang dilukiskan di atas. Batu yang besar-besar pada reruntuhan ini dilekatkan jadi satu, permukaannya menonjol dan cekung tidak merata. Jika ingin melebur bebatuan tersebut, dibutuhkan suhu paling rendah 1.800 C. Bara api yang biasa tidak mampu mencapai suhu seperti ini, hanya pada ledakan nuklir baru bisa mencapai suhu yang demikian.
Di dalam hutan primitif di pedalaman India, orang-orang juga menemukan lebih banyak reruntuhan batu hangus. Tembok kota yang runtuh dikristalisasi, licin seperti kaca, lapisan luar perabot rumah tangga yang terbuat dari batuan di dalam bangunan juga telah dikacalisasi. Selain di India, Babilon kuno, gurun sahara, dan guru Gobi di Mongolia juga telah ditemukan reruntuhan perang nuklir prasejarah. Batu kaca pada reruntuhan semuanya sama persis dengan batu kaca pada kawasan percobaan nuklir saat ini.

Jumat, 21 Agustus 2015

Tuhan Sri Krishna adalah Sakshi.



Sejak masa kanak-kanaknya, Uddhava selalu bersama Sri Krishna, Mengemudikan kereta untuk- Nya dan melayani-Nya dalam berbagai macam cara. Ia tidak pernah menginginkan ataupun meminta karunia apapun dari Sri Krishna.
Ketika Sri Krishna telah berada pada akhir dari saat-saat penyelesaian misi dalam masa kemunculan-Nya,Ia memanggil Uddhava dan berkata,: “ Uddhava yang baik, dalam masa kemunculan-Ku ini, banyak orang yang telah meminta dan mendapat karunia dari-Ku; tapi kamu tidak pernah memohon apapun pada-Ku. Kenapa kamu tidak meminta sesuatu sekarang?
Aku akan mengabulkannya. Biarkan Aku menyelesaikan kemunculan ini dengan rasa puas karena telah melakukan sesuatu yang baik buat kamu juga.”
Meskipun Uddhava tidak pernah memohon apapun untuk dirinya sendiri, ia telah selalu mengamati Krishna sejak dari masa kanak-kanakNya. Ia selalu heran akan betapa jelasnya ketidaksinkronan antara ajaran Sri Krishna dengan kegiatan-kegiatan-Nya, dan ia ingin memahami alasan-alasan dari hal itu. Ia bertanya kepada Sri Krishna,
“ Tuhanku, Engkau mengajarkan kami untuk hidup dengan suatu cara tertentu, namun Engkau sendiri hidup dengan cara lain. Dalam drama Mahabharata, di dalam peran yang Engkau mainkan, di dalam kegiatan-kegiatan-Mu, sangat banyak hal yang tidak aku pahami. Aku sangat ingin mengerti alasan-alasan untuk setiap tindakanMu. Berkenankah Engkau memenuhi rasa ingin tahuku?
Krishna berkata : “ Uddhava, apa yang aku wejangkan pada Arjuna selama perang Kurukshetra adalah Bhagavad Gita. Hari ini, jawaban-jawaban-Ku atas pertanyaanmu pada-Ku akan dikenal sebagai ‘Uddhava Gita’. Itulah sebabnya Aku memberikan kesempatan ini kepadamu. Silakan bertanya tanpa ada rasa ragu.”     
Uddhava mulai bertanya        
– ‘Krishna, pertama-tama, siapakah yang disebut sebagai teman sejati?’
- Krishna menjawab, ‘Teman sejati adalah seseorang yang datang menolong temannya yang sedang membutuhkan pertolongan tanpa dipanggil terlebih dahulu.’
Uddhava :‘Sri Krishna, Engkau adalah teman yang sangat dekat bagi para Pandava. Mereka mempercayai-Mu sepenuhnya sebagai Apadhbhandava (pelindung dari segala kesulitan).
Sri Krishna, Engkau tidak saja hanya mengetahui apa yang sedang terjadi, namun Engkau juga mengetahui apa yang akan terjadi. Engkau adalah Jnani yang agung. Saat ini, Engkau baru saja memberikan definisi dari teman yang sejati. Lalu mengapa Engkau tidak bertindak sebagaimana yang Engkau jelaskan dalam definisi tersebut. Mengapa Engkau tidak menghentikan Dharmaraja (Yudhistira) dari permainan judi?. Atau baiklah, jika Engkau tidak melakukan hal itu; tapi mengapa Engkau tidak mengatur agar keberuntungan berada di sisi Dharmaraja,
dengan mana Engkau akan memastikan bahwa dharma akan menang. Engkau tidak melakukan hal itu juga. Paling tidak Engkau dapat menyelamatkan Dharmaraja dengan menghentikan permainan sesudah ia kehilangan seluruh kekayaannya, negaranya dan dirinya sendiri. Engkau dapat membebaskannya dari hukuman akibat bermain judi. Atau, Engkau dapat masuk ke ruang pertemuan tersebut saat ia akan mulai mempertaruhkan saudara-saudaranya. Namun Engkau tetap tidak melakukan hal itu juga. Paling tidak, saat Duryodhana membujuk
Dharmaraja dengan menawarkan untuk mengembalikan semua kekalahannya bila ia mau mempertaruhkan Draupadi (yang selalu membawa keberuntungan bagi para Pandava),
Engkau dapat ikut turun tangan dan dengan kekuatan illahi- Mu Engkau dapat membuat dadu-dadu itu berguling sedemikian rupa sehingga menguntungkan Dharmaraja.
Sebaliknya, Engkau hanya turun tangan saat Draupadi hampir kehilangan kehormatannya dan sekarang Engkau menyatakan bahwa Engkau telah memberinya baju dan menyelamatkan kehormatannya; bagaimana Engkau bisa menyatakan hal seperti itu – sesudah ia diseret ke ruang pertemuan oleh seorang pria dan dilucuti pakaiannya di depan begitu banyak orang, kehormatan bagaimana yang tersisa bagi seorang wanita? Apa yang telah Engkau selamatkan?
Hanya pada saat engkau menolong orang pada saat kritislah, pantaskah Engkau disebut ‘Apadhbhandava’, jika Engkau tidak menyelamatkannya di saat kritis, apa gunanya?
Inikah yang disebut Dharma?’


( Sambil menyampaikan pertanyaaan-pertanyaan tersebut, air mata mulai mengalir deras dari mata Uddhava.Ini bukanlah pertanyaan-pertanyaan dari Uddhava sendiri saja. Semua dari kita yang telah membaca Mahabharata memiliki pertanyaan-pertanyaan ini. Atas nama kitalah, Uddhava telah mengajukan pertanyaan-pertanyaan ini kepada Sri Krishna)
Bhagavan Sri Krishna tertawa. ‘Uddhava yang baik, hukum dari dunia ini adalah : ‘hanya orang yang memiliki Viveka (kecerdasan melalui pembedaan/pemilihan) yang menang’ .
Duryodhana saat itu memiliki Viveka, sedangkan Dharmaraja hanya memiliki sedikit saja. Itulah sebabnya Dharmaraja kalah.’ (Uddhava limbung dan bingung. Krishna melanjutkan)
‘Waktu Duryodhana memiliki banyak uang dan kekayaan untuk bermain judi, ia tidak tahu caranya main dadu. Itu sebabnya ia menggunakan pamannya Shakuni untuk bermain ketika ia bertaruh. Itulah Viveka. Sebenarnya, Dharmaraja juga bisa berpikir seperti itu dan meminta-Ku, sepupunya, untuk bermain atas namanya.      
Jika Shakuni dan Aku bermain dadu, menurutmu siapakah yang akan menang?
Dapatkah ia memunculkan angka yang aku sebut atau akankah Aku memunculkan angka yang ia minta? Lupakan ini. Aku bisa memaafkan kenyataan bahwa Dharmaraja lupa melibatkan-Ku dalam permainan dadu ini. Namun, tanpa Viveka, ia melakukan kesalahan lagi.
Ia berdoa agar Aku tidak datang ke ruang pertemuan karena ia tidak ingin Aku tahu bahwa nasib buruknya telah membuatnya dipaksa untuk main dadu. Ia mengikat-Ku dengan doanya dan tidak mengijinkan Aku untuk masuk ke ruang pertemuan; padahal Aku sedang berada di sisi luar ruang tersebut, menunggu seseorang memanggilku melalui doa mereka.
Bahkan ketika Bheema, Arjuna, Nakula dan Sahadeva telah kalah dipertaruhkan, mereka hanya mengutuk Duryodhana dan merenungkan nasib mereka saja; mereka lupa memanggil-Ku.
Bahkan Draupadi tidak memanggil-Ku saat Dusshasana menjambak rambutnya dan menyeretnya untuk memenuhi perintah kakaknya. Draupadi juga berdebat di dalam ruang pertemuan sebatas kemampuannya. Ia tidak pernah memanggil-Ku. Sampai pada akhirnya akal sehat muncul; saat Dusshasana mulai melucuti pakaiannya, ia berhenti bertahan melalui kekuatannya sendiri dan mulai berseru ….‘Hari, Hari, Abhayam Krishna, Abhayam’ dan mulai berseru memanggil-Ku. Hanya pada saat itulah aku punya kesempatan untuk menyelamatkan kehormatannya.
Aku menuju padanya sesegera mungkin setelah Aku dipanggil.
Aku menyelamatkan kehormatannya. Apa kesalahanKu dalam situasi seperti itu?
‘Penjelasan yang luar biasa Kanha (Krishna), Aku terkesan sekali. Namun bagaimanapun aku tidak bisa diperdaya. Bolehkah aku mengajukan pertanyaan lain’, kata Uddhava.
Krishna memberinya ijin untuk melanjutkan pertanyaannya.
‘Apakah itu berarti Engkau hanya akan datang bila dipanggil? Apakah Engkau tidak akan datang atas kehendak-Mu sendiri untuk menolong orang di saat kritis, untuk menegakkan keadilan? tanya Uddhava.
Krishna tersenyum, ‘Uddhava, dalam hidup ini kehidupan semua orang berlangsung berdasarkan atas Karma mereka masing-masing. Aku tidak melakukan itu; Aku juga tidak ikut campur dalam hal itu. Aku hanyalah seorang ‘saksi’. Aku berdiri di sebelahmu dan mengamati apapun yang sedang terjadi. Itulah Dharma Tuhan.’
‘Wow, bagus sekali Sri Krishna. Dalam hal ini, Engkau akan berdiri dekat kami, mengamati semua tindakan jahat kami; pada saat kami terus menerus melakukan kegiatan dosa, Engkau akan terus mengamati kami. Engkau ingin kami melakukan lebih banyak kesalahan, mengumpulkan dosa dan penderitaan,’ kata Uddhava.         
Sri Krishna berkata, ‘Uddhava, mohon sadarilah arti sebenarnya dari ucapanmu. Jika kamu memahami dan menyadari bahwa ketika Aku berdiri sebagai saksi di sebelahmu, bagaimana mungkin kamu akan melakukan kegiatan yang salah atau buruk. Kamu melupakan hal ini dan menganggap dirimu mampu melakukan hal-hal tersebut tanpa sepengetahuan-Ku. Itulah yang terjadi saat kamu masuk dalam suatu masalah. Kebodohan Dharmaraja adalah bahwa ia menganggap ia dapat bermain judi tanpa sepengetahuan-Ku. Jika saja saat itu Dharmaraja menyadari bahwa Aku selalu hadir bersama setiap orang sebagai ‘Sakshi’ (saksi), tentunya permainannya akan berakhir lain, kan?’
Uddhava sangat terpesona dan diliputi oleh rasa bhakti yang melimpah. Ia berkata,
’ Sungguh suatu filsafat yang sangat luar biasa. Alangkah benarnya! Bahkan berdoa dan melakukan puja pada Tuhan serta memanggil-Nya untuk mohon pertolongan semuanya bukanlah apa-apa dan tidak lain dan tidak bukan adalah rasa serta keyakinan kita.
Begitu kita mulai yakin bahwa tiada sesuatu apapun bergerak tanpa-Nya, bagaimana kita bisa tidak merasakan kehadiranNya sebagai saksi? Bagaimana kita bisa melupakan kenyataan ini dan bertindak tanpa-Nya?
Melalui Bhagavad Gita, inilah filsafat yang Sri Krishna tanamkan pada Arjuna.
Ia adalah kusir kereta dan juga pemandu jalan bagi Arjuna, namun Ia sendiri tidak ikut berperang.”
– Sadarilah Saksi Yang Utama yang ada di dalam dirimu dan sekaligus meliputi dirimu di luar!
Dan leburlah dalam kesadaran Ketuhanan itu!
Temukanlah Dirimu yang sejati – Kesadaran Murni Utama yang penuh Cinta Kasih dan Kebahagiaan!
Jangan pernah melupakan Tuhan Sri Krishna !
Jay Radhe – Krishna. Hari Om Tat Sat


Selasa, 18 Agustus 2015

FAKTA TENTANG PERANG BHARATAYUDA (MAHABHARATA)



Perhitungan astronomi dan matematika mengenai Perang Mahabharata atas dasar uraian dari Kitab Mahabharata.
- Mulai perang : Pukul 6:30 waktu Kuruksetra, India tanggal 22 November 3067 SM, awal musim dingin belahan utara, hari Moksada Ekadasi. Semua yang terlibat perang berpuasa pada hari itu. Hari mulainya perang Mahabharata kini di peringati oleh umat Hindu sebagai Hari Gita Jayanti, hari diwahyukannya Kitab Suci Bhagavad Gita di Padang Suci Kuruksetra.
- Akhir Perang : Setelah 18 hari, yaitu tanggal 9 Desember 3067 SM.
- Tempat medan perang : Padang Suci Kuruksetra, India Utara.
- Ukuran medan perang : Daerah Kuruksetra seluas 80 km2 yang kini masih ada hanyalah titik temu perang tersebut. Perang ini terjadi di sepanjang perbatasan Kerajaan Kuru, dengan kata lain, hampir di sepanjang India Utara.
- Jumlah pasukan infanteri per satuan aksauhini : 109.350 orang.
- Jumlah satuan infanteri aksauhini di kedua belah pihak : 18 aksauhini.
- Jumlah total pasukan infanteri : 1.968.300
- Jumlah pasukan per 1 aksauhini : 21.870 pasukan kereta, 21.870 gajah, 109.350 infanteri, 65.600 pasukan kavaleri (berkuda).
- Jumlah korban jiwa : +/- 660.020.000 orang
- Jumlah tentara selamat : 240.165 orang.
- Jumlah yang selamat di antara 5 Pandawa dan pihak Kurava : 10 orang, Lima Pandawa, Yuyutsu, Satyaki, Aswatama, Krepa dan Kretawarma.
- Rincian raja-raja utama dari negara-negara lain yang terlibat dalam perang :
PIHAK PANDAWA
- Raja Yuyudhana : 1 aksauhini
- Raja Cedi, Drstaketu, dsb : 1 aksauhini
- Raja Magadha, Jayatsena : 1 aksauhini
- Kerajaan Pandya, Drupada, Virata (Raja Matsya) dan yang lainnya : 4 aksauhini
TOTAL : 7 AKSAUHINI
PIHAK KURAWA
- Raja Bhagadata, Cina dan Kirata : 1 aksauhini
- Raja Bhurisrava dan Salya : 1 aksauhini
- Krtavarma, putra Hrdika, Raja Bhoja, Andha dan Kukura : 1 aksauhini
- Raja Sindhu Jayadhrata : 1 aksauhini
- Raja Sudaksina, Kamboja, Yavana (orang barat) dan Sakha :1 aksauhini
- Dua Raja Avanti : 2 aksauhini
- Lima bersaudara, para pangeran Kekaya : 1 aksauhini
- Raja Nila dari Mahispati dll : 3 aksauhini
TOTAL : 11 AKSAUHINI

Dapat kita bayangkan, lima ribu tahun yang lalu, seluruh bangsa berperadaban tinggi di seluruh muka bumi bertemu di Padang Kuruksetra, India Utara, untuk saling tusuk dan tebas. Negeri-negeri dari barat Bharata-Varsa seperti Gandhara (Kerajaan Shakuni, kini Kadahar, Afghanistan), Yavana (kini Yunani dan Romawi), Tuskara (kemungkinan bangsa Mediteriania), dan Andhra (bangsa-bangsa Afrika), termasuk bangsa China (Cina), Kirata (bangsa-bangsa Asia Timur) dan bangsa-bangsa dari Uttara-Kuru (kini Rusia)ikut ambil alih dalam peperangan mahabesar tersebut. Berdasarkan besarnya jumlah bangsa yang turut serta di dalamnya, perang Mahabharata bisa kita sebut sebagai perang dunia yang mengawali sejarah manusia modern. Perang Mahabharata telah mengubah sejarah dunia. Ketika semua raja besar yang mewakili peradaban bangsa-bangsa di dunia berkumpul di Padang Kuruksetra, hampir tak satupun dari raja-raja itu yang selamat. Berdasarkan uraian Resi Vyasa dalam Mahabharata sendiri, raja-raja Mleccha (mereka yang tidak mengikuti prinsip-prinsip keagamaan) memihak kubu Kurawa, dan ketika perang berakhir, hanya beberapa orang yang selamat dari pihak Kurawa. Dengan kata lain, tidak ada seorangpun dari raja-raja asing itu yang pernah kembali lagi ke tanah airnya setelah perang Mahabharata.

Ketika raja, para pejabat penting, para ksatria dan orang-orang terhormat di suatu kerajaan yang jauh pergi berperang dan tidak pernah kembali, apa yang terjadi dalam kerajaan tersebut ? Yang pasti , ketika ada kelemahan atau kekosongan kepemimpinan, hal pertama yang terjadi adalah kudeta. Kita bisa melihat contoh dalam Kitab Srimad Bhagavadtam, Skanda Keempat, mengenai situasi kerajaan yang kacau setelah meninggalnya Raja Vena. Perampokan, pencurian, perampasan dan pemerkosaan terjadi dimana-mana. Ini adalah hal yang alami terjadi ketika pemimpinnya tidak ada. Jika kita bandingkan dengan kecanggihan teknologi pada masa kini di mana telepon, faksimile dll sudah menjadi makanan sehari-hari, pada masa itu, kemampuan telepati, teleportasi dan sebagainya hanya dikuasai oleh para brahmana dan ksatria yang suci saja. Dapat kita bayangkan bagaimana keadaan sebuah negeri nun jauh yang ditinggal rajanya dan tak pernah kembali untuk memberitakan sesuatu. Secara alami negeri itu akan membangun budayanya sendiri dan berusaha menghapus sejarah mereka bahwa mereka dahulunya adalah bagian wilayah bawahan kerajaan super-power Indraprastha-Hastinapura.

Bangsa-bangsa dunia, yang dahulunya adalah pengikut ajaran Veda berkat kepemimpinan para rajarsi yang suci mulai meninggalkan prinsip-prinsip dharma dan membangun budaya dan pemerintahan mereka sendiri. Tak mengherankan peradaban dunia seperti Mesir, Mesopotamia, Cina, Aztec, Indian, Maya, Mediterania dan sebagainya mulai muncul pada 3000 tahun sebelum masehi, seolah muncul dari cakrawala begitu saja. Mereka (bangsa-bangsa itu) entah dari mana awalnya tiba2 saja bisa membangun piramida dengan perhitungan matematis yang sangat akurat, membangun sistem kerajaan yang besar, arsitektur, sistem navigasi, perbintangan, kalender serta hasil-hasil budaya yang bisa dikatakan tinggi. Dari mana mereka belajar semua itu jika bukan dari VEDA yang disebarluaskan selama pemerintahan Maharaja Yudhistira dan para pendahulunya?